LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN

Oleh
FITRI
NURHANDANI
C1K
009 010
PROGRAM
STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNVERSITAS
MATARAM
2012
HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan
Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan
telah selesai disusun oleh :
Nama
: Fitri Nurhandani
NIM : C1K
009 010
Mengetahui
:
Dosen Penanggungjawab Asisten
Praktikum
ZAENAL ABIDIN IVAN RIHADI
NIP. 1977 0622 2006 042002 NIM.
C1K 008 045
Praktikan
FITRI
NURHANDANI
NIM.C1K 009
010
Tanggal Pengesahan :
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang
tiada terhingga termasuk nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga laporan “Teknologi Pembenihan Ikan” ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Tidak lupa pula Penulis haturkan selawat serta salam
kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad Saw yang telah menuntun umat dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Laporan
Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan ini
merupakan salah satu bentuk implementasi terhadap pelaksanaan Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan dalam
bentuk bukti tertulis. Dimana di dalam laporan ini akan diuraikan mengenai seks primer dan sekunder pada ikan, pembuatan
ekstrak kelenjar pituitary, fertilisasi buatan, hingga perkembangan telur ikan.
Terlepas dari semua itu, ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan yakni
Bapak Zaenal Abidin
S.Pi.,M.Si. dan Bapak Alis Mukhlis S.Pi.,M.Si. serta Asisten Praktikum Ivan Rihadi yang
telah sabar membimbing dan membantu Penulis dalam melaksanankan kegiatan
praktikum ini.
Tentunya
dalam penyusunan laporan ini tidak
terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan agar dalam penyusunan laporan berikutnya
menjadi lebih baik. Terima kasih. Wassalam.
Mataram, Juni
2012
Penulis
Fitri Nurhandani
C1K 009 010
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya
tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun
sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh
di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda
keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan
lain secara epifitik.
Adapun beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomis dan
telah diperdagangkan sejak dahulu, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor
yaitu Euchema sp. (Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum), Grasillaria (Grasillaria
gigas dan Grasillaria verrucosa),
Gelidium sp., Hypnea sp., dan Sargassum sp.
Seiring dengan menguatnya gerakan kembali ke alam (back
to nature), pemanfaatan rumput laut kian dimaksimalkan. Upaya untuk
membudidayakannya pun kian digencarkan. Di Nusa Dua dan Nusa Lembongan (Bali)
misalnya, upaya budidaya jenis Eucheuma
sudah dimulai pada tahun 1983. Upaya serupa juga dilakukan pada jenis Gracillaria di berbagai wilayah
Indonesia lainnya, diantaranya yaitu Paciran (Lamongan), Sulawesi Selatan,
Pantai Utara Pulau Jawa. Dan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii juga dilakukan pada peraian Nusa Tenggara Barat
tepatnya di Balai Budidaya Laut Stasiun
Grupuk Kabupaten Lombok Tengah sejak tahun 1990 hingga saat ini.
Di bidang industri, ternyata pengolahan rumput laut sudah
cukup lama dikenal di Indonesia, meskipun dengan teknologi proses dan peralatan
yang sederhana. Rumput laut telah diolah menjadi beragam jenis makanan, di
antaranya kue, puding, dodol, dan agar. Disamping itu, hidrokoloid yang
terkandung di dalam rumput laut merupakan alasan utama untuk menjadikannya
sebagai bahan baku industri kosmetik, farmasi, cat, tekstil, pakan ternak, dan
industri lainnya.
Prospek bisnis untuk rumput laut begitu cerah, tetapi
dalam upaya pengembangannya masih banyak kendala yang dihadapi. Di bidang
budidaya misalnya, ketersediaan bibit yang berkualitas masih jarang ditemukan,
di samping juga adanya faktor perubahan kondisi perairan dan musim yang sangat
mempengaruhi kualitas rumput laut yang dihasilkan. Sementara, di bidang
pengolahan , faktor pengetahuan terhadap arti penting kualitas menjadi kendala
utama. Hal ini tercermin dari proses produksi dan peralatan yang digunakan
masih jauh dari standar pengolahan.
Melalui laporan ini, berbagai kendala yang ada di bidang
budidaya dan pengolahan rumput laut akan dibahas agar dapat melakukan cara-cara
budidaya rumput laut, dapat melakukan analisis usaha dalam suatu kegiatan
budidaya rumput laut sehingga mampu memperoleh keuntungan, serta mampu
mengekstrak karaginan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku makanan seperti
dodol dan agar.
1.2
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum teknologi budidaya rumput laut adalah :
1.
Untuk menguasai dan
mengetahui cara-cara melakukan budidaya rumput laut.
2.
Untuk memahami dan
melakukan analisis usaha dalam suatu kegiatan budidaya rumput laut.
3.
Untuk menguasai dan
mengetahui cara mengekstrak karaginan dalam skala rumah tangga.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi
dan Ekologi Rumput Laut
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung
dari faktor-faktor oseanografi serta jenis subsrat dasarnya. Untuk
pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi
melalui dinding thallusnya. Perkembangbiakan dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara kawin antara gamet jantan dan betina (generatif) serta secara tidak
kawin dengan melalui vegetatif dan konjugatif (Anonim, 1977).
Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam
divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan
menjadi 4 kelas yaitu Rhodophyceae
(ganggang merah), Phaeophyceae
(ganggang cokelat), Chlorophyceae
(ganggang hijau), dan Cyanophyceae
(ganggang biru-hijau) (Outmer, 1968).
Eucheuma sp. dan Hypnea
sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut karaginan
(carrageenan). Rumput laut yang menghasilkan karaginan disebut karaginofit
(Anggadiredja, 1989).
2.1.1. Klasifikasi Rumput Laut
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Eucheuma Gambar 1. E.cottonii Gambar 2. E.spinosum
Jenis : Euchema
spinosum (Euchema denticulatum)
Euchema cottonii (Kappaphycus alvarezii)
2.1.2. Ciri-ciri dan Habitat Rumput Laut
Ciri-ciri E.cottonii
yaitu thallus silindris, pemukaan licin, menyerupai tulang rawan/muda, serta
berwarna hijau terang, hijau olive, dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus
berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri
lunak untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat berseling, tidak
teratur, serta dapat bersifat percabangan dua-dua atau sistem percabangan tiga-tiga
(Zatnika, 2008).
E.cottonii memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis, oleh
karene itu rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu
kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. E.cottonii tumbuh di
rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang,
cangkang kerang, dan benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada
pertumbuhan jenis ini yaitu cukup arus dengan salinitas (kadar garam) yang
stabil, yaitu berkisar 28 – 34 per mil. Oleh karenanya, rumput laut jenis ini
akan hidup baik bila jauh dari muara sungai. Jenis ini telah dibudidayakan
dengan cara di ikat pada tali sehingga tidak perlu melekat pada substrat karang
atau benda lainnya (Purwanto, 2008).
Eucheuma
spinosum memiliki ciri-ciri yaitu
thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, dan
ditumbuhi nodulus, berupa duri lunak yang tersusun berputar teratur
mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang terdapat pada E,cottonii (Istini, 2008).
E.spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batu karang,
batuan, benda keras, dan cangkang kerang.
E.spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga
hanya bisa hidup pada lapisan fotik perairan laut (Anggadiredja, 2008).
2.2. Budidaya Rumput Laut
· Persyaratan lokasi dan lahan
Lahan budidaya Eucheuma sp. yang cocok
terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi kondisi
lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan budidaya Eucheuma
sp adalah : Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung ombak yang
kuat, lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus
yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp 20-40 cm/detik, dasar perairan
budidaya Eucheuma sp adalah dasar perairan karang berpasir, pada surut
terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm, kejernihan air tidak
kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horisontal, suhu air berkisar 27 – 30
0C dengan fluktuasi harian maksimal 4 0C. Salinitas
(kadar garam) perairan antara 30-35 permil (optimum sekitar 33 permil). pH air
antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,3 - 8,2. Lokasi dan lahan sebaiknya jauh
dari pengaruh sungai dan bebas dari pencemaran, sebaiknya dipilih perairan yang
secara alami ditumbuhi berbagai jenis makro algae lain seperti Ulva,
Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain sebagai sp indikator (Indriani, 1994).
·
Seleksi Bibit
Bibit harus dipilih dari thallus yang muda, segar,
keras, tidak layu dan kenyal, berat bibit pada awal penanaman + 100 gram per
ikat, bibit sebaiknya disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar
matahari atau direndam di laut dengan menggunakan kantong jaring (Sumiarsih,
1994).
·
Metode tali panjang
Metode tali panjang (long line method) pada
prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu
sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai
pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa
diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: tanaman
cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas
air, terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan,
pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah, biayanya lebih murah, kualitas rumput laut yang
dihasilkan baik (Kordi, 2011).
Saat ini para petani/nelayan di perairan NTB
umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan
metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan
oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia. Persiapan pembuatan
kontruksinya yang meliputi persiapan lahan dan peralatan sebagai berikut :
a. Material
v Tali plastik diameter 9 mm (sebagai tali utama dan
tali jangkar).
v Tali plastik diameter 4 mm (sebagai tali ris tempat
untuk mengikatkan bibit).
v Tali rafia (sebagai pengikat bibit).
v Bibit rumput laut (jenis Eucheuma sp ).
v Botol plastik bekas/gabus (sebagai pelampung).
v Patok
bambu/kayu atau batu karang (sebagai jangkar).
v Pisau.
v Perahu.
b. Prosedur
b. Prosedur
v Ukuran unit yang dipakai biasanya 15 x 30 m2.
v Siapkan material budidaya seperti yang tersebut
pada butir a.
v Potong tali ris sepanjang 30,5 m sebanyak 15 buah.
v Potong tali utama sepanjang 17 m sebanyak 2 buah.
v Potong tali jangkar yang panjangnya disesuaikan
dengan kedalaman perairan pada waktu pasang tertinggi sebanyak 4 buah.
v Rentangkan kedua tali utama pada lokasi perairan
yang telah dipilih dengan posisi saling berhadapan dengan jarak 30 m dan
ikatkan tali jangkar pada kedua ujungnya yang sebelumnya dibebani batu karang
atau diikatkan pada patok bambu/kayu yang ditancapkan sebelumnya kemudian
disudut-sudutnya dipasang pelampung.
v Ikat bibit yang telah diseleksi dengan tali rafia
dengan berat masing-masing sekitar 100 gram/ikat kemudian bibit tersebut
diikatkan pada tali ris.
# Jarak tiap ikat bibit yang diikatkan pada tali ris sekitar 25 cm kemudian setelah semua tali ris terisi oleh bibit maka segera diangkut menuju lokasi budidaya dengan perahu.
# Jarak tiap ikat bibit yang diikatkan pada tali ris sekitar 25 cm kemudian setelah semua tali ris terisi oleh bibit maka segera diangkut menuju lokasi budidaya dengan perahu.
v Rentangkan
tali ris kemudian ikatkan pada tali utama dikedua ujungnya dengan jarak
masing-masing tali ris sekitar 1 m.
v Pengikatan tali ris pada tali utama disesuaikan
sehingga jarak tanaman dari permukaan air sekitar 30 sampai 50 cm.
v Setelah tali
ris diikat semua maka ikatkan pelampung botol plastik bekas pada tali ris,
masing-masing ris sebanyak 10 buah dengan jarak sekitar 3 m.
Untuk lebih jelasnya mengenai budidaya Eucheuma sp dengan metode tali panjang dapat dilihat pada gambar 1.
Untuk lebih jelasnya mengenai budidaya Eucheuma sp dengan metode tali panjang dapat dilihat pada gambar 1.
c.
Perawatan dan panen
Dalam usaha budidaya rumput laut, perawatan tanaman
adalah sangat penting. Kegiatan perawatan meliputi hal hal sebagai berikut:
v Membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat,
endapan atau tumbuhan lain yang menempel.
v Mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang
baru atau tanaman yang pertumbuhannya baik.
v Memperbaiki konstruksi yang rusak seperti jangkar
tercabut, atau tali-tali lepas atau putus.
|
Gambar 3. Rumput
laut hasil panen yang siap dijemur
|
|
Gambar 4. Rumput
laut dalam masa pertumbuhan dengan metode rawai (long line method)
|
Tanaman sudah dapat dipanen dengan cara panen total
(full harvest) setelah berumur 45-60 hari sejak ditanam. Panen dilakukan dengan
cara mengangkat seluruh tanaman, sedangkan pelepasan tanaman dari tali ris
dilakukan di darat. Penanaman kembali dilakukan dengan memilih bagian ujung
tanaman yang masih muda dan bagian pangkal tanaman yang merupakan bagian yang
tua dikeringkan karena memiliki kandungan karaginan yang tinggi (Kordi, 2011).
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan menjemur
dengan sinar matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan
sinar matahari selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam
penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan
lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran
seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Setelah kering dan bersih dari segala
macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian
siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi
dengan minyak atau air tawar. Proses penjemuran dan penyimpanan sangat perlu
mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya baik akan tetapi bila penanganan
pasca panennya kurang baik maka akan mengurangi kualitas rumput laut (Kordi,
2011).
2.3. Ekstraksi Karaginan
2.3. Ekstraksi Karaginan
Zatnika (2006) mengungkapkan karaginan merupakan polisakarida yang
diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina,
Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Polisakarida ini merupakan galaktan yang
mengandung ester asam sulfat antara 20 -30% dan saling berikatan dengan ikatan
(1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang seling. Karaginan dibedakan dengan
agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat
sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 3 4% (food Chemical Codex, 1974).
Dalam dunia perdagangan karginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan
lamda karaginan. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma
cottonii, sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan
digunakan sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat
dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik
dan lain-lain. Karaginan yang diperoleh dari hasil pengolahan ini mempunyai
spesifikasi produk sebagai berikut : Kadar air : 8 - 12%, Kada abu : 18 - 23%,
Kadar abu tak larut asam : 1 - 2%, Kadar sulfat : 18 - 24 (kappa-karaginan) dan
22 - 32 (iotakaraginan) dan Viscositas : 20 - 180 Cps.
Bahan rumput laut yang digunakan dalam pengolahan
karginan adalah jenis Euchcuna spinosum atau Eucheuma cottonii, Natrium
Hidroksida (NaOH) untuk mengatur pH, filter (Celite atau tanah diatomae) untuk
membantu proses penyaringan. Isopropyl alkohol untuk mengendapkan karaginan dan
Natrium Clorida (NaCl) untuk membantu pengendapan karaginan.
Peralatan untuk pencucian rumput laut. Peralatan
untuk perebusan dan penghancur rumput laut Filter press untuk penyaringan
Peralatan untuk mengendapkan karaginan serta Oven untuk mengeringkan serta karaginan.
Peralatan untuk mengendapkan karaginan serta Oven untuk mengeringkan serta karaginan.
Pengolahan rumput taut menjadi karaginan dilakukan
dengan ekstraksi panas dalam suasana basa. Tahap-tahap proses pengolahan
karaginan secara umum terdiri dari pencucian, perebusan/ekstradisi,
penyaringan, pengendapan filtrat dengan al kohol, pengeringan dan penepungan.
·
Pencucian
Rumput
laut yang akan diekstraksi dicuci dan dibersihkan dengan air untuk
menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis
lainnya yang tidak diinginkan.
·
Ekstraksi
:
Rumput
laut yang telah bersih kemudian direbus/diekstraksi dalam air dengan volume 40
- 50 kali berat rumput laut kering, pH air ekstraksi diatur dengan menggunakan
larutan NaOH sehingga diperoleh pH 8 - 9. Perebusan pertama dilakukan selama 30
- 60 menit pada suhu 90 - 95°C. Rumput laut kemudian dihancurkan sehingga
berbentuk bubur rumput laut. Ekstraksi kedua dilakukan selama 2 sampai beberapa
jam tergantung jenis rumput Taut yang diekstraksi. Menurut Marine Colloid Inc
untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii dilakukan selama 18 jam, sedangkan
untu jenis Eucheuma spinosum dilakukan selama 3 jam.
·
Penyaringan
:
Setelah proses ekstraksi selesai bubur rumput laut ditambah dengan
filter aid (celite atau tanah diatomae) dengan konsentrasi 3-4%. Penyaringan
dilakukan dengan filter press, dalam keadaan panas sehingga memudahkan
penyaringan. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 0,05% NaC untuk
memudahkan proses pengendapan.
·
Pengendapan
:
Pengendapan
karaginan dilakukan dengan cara menuangkan filtrat ke dalam isopropyl alkohol
sambil diaduk-aduk selama 15 menit, sehingga terbentuk seratserat karaginan.
Perbandingan filtrat dan isopropyl alkohol yang digunakan adalah 1 : 2.
Serat-serat karaginan yang diperoleh kemudian direndam kembali dengan isoprpyl
alkohol selama 30 menit sehingga diperoleh serat karaginan yang lebih kaku.
·
Pengeringan
dan Penepungan :
Serat-serat
karaginan kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C sampai kering,
kemudian digiling sehingga diperoleh tepung karaginan.
2.4. Pengolahan Karaginan
Karaginan
merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan
dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan getah rumput
laut yang diekstraksi dengan air atau larutan. alkali dari spesies tertentu
dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan senyawa
hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium
sulfat. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000 residu
galaktosa. Oleh karena itu variasinya banyak sekali.Karaginan dibagi atas tiga
kelompok utama yaitu : kappa, iota, dan lambda karaginan yang memiliki
struktur yang jelas. Karaginan dapat diperoleh dari alga merah, salah satu
jenisnya adalah dari kelompok Euchema sp. (Yasita
dan Intan, 2008).
Karaginan
sampai saat ini belum diolah di Indonesia walaupun bahan baku yang dapat
digunakan untuk membuat karaginan banyak terdapat di Indonesia antara lain Eucheuma spinosum. Karaginan adalah suatu campuran
yang kompleks dari beberapa polisacharida. Lambda dan Kappa karaginan secara
bersama-sama dapat diekstrak dari rumput laut jenis Chondrus crispus dan beberapa species dari Gigartina, sedangkan lota karaginan diekstrak dari Eucheuma spinsosum (Istini et al, 1985).
Karaginan sangat penting peranannya sebagai
stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel,
pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan,
obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno
1996). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat,
protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis
inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat
bahan-bahan (Anggadireja et al. 1993). Penggunaan karaginan dalam bahan
pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk
yang menggunakan bahan dasar air dan produk-prouk yang menggunakan bahan dasar
susu.
Karaginan,
biasanya diproduksi dalam bentuk garam Na, K, Ca yang dibedakan dua macam yaitu
Kappa karaginan dan lota karaginan berasal dari Eucheuma
cottonii dan Eucheuma
striatum. Iota kagarinan berasal dari Eucheuma spinosum. Kedua jenis karaginan tersebut
dapat berfungsi sebagai stabilizer, thickener, emulsifer, gelling agent,
pengental. Pemakaian
karaginan diperkirakan 80% digunakan di bidang industri makanan, farmasi dan
kosmetik. Pada industri makanan sebagai stabilizer, thickener, gelling agent,
additive atau komponen tambahan dalam pembuatan coklat, milk, pudding, instant milk,
makanan kaleng dan bakery (Zatnika, 1993).
BAB III. METODOLOGI
3.1.
Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode
deskriptif dan eksperimen. Metode deskriptif dilakukan untuk mendapatkan data
tentang kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani rumput laut di lapangan
serta data untuk analisis usaha budidaya rumput laut, melalui wawancara,
observasi, dokumentasi, dan pertisipasi aktif. Sedangkan metode eksperimen
dilakukan untuk memperoleh data karaginan melalui analisa skala rumah tangga di
Laboratorium.
3.2.
Waktu dan Tempat Praktikum
Wawancara mengenai kegiatan budidaya rumput laut
dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2012 di Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk Desa Sengkol Kabupaten Lombok
Tengah. Perendaman rumput laut jenis Eucheuma
cottonii dan Eucheuma spinosum
dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2012 di Laboratorium
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Analisa karaginan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei sampai 2 Juni 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Mataram. Pengolahan rumput laut
dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
3.3.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
No.
|
Nama Alat
|
Fungsi
|
1
|
Ember
|
Wadah untuk
merendam rumput laut
|
2
|
Kompor
|
Memasak
rumput laut hingga bentuknya seperti gel
|
3
|
Panci atau wajan
|
Wadah untuk
meletakkan rumput laut
|
4
|
Sutil
|
untuk
mengaduk rumput laut
|
5
|
Timbangan analitik
|
Untuk
menimbang rumput laut baik dalam keadaan basah dan kering
|
6
|
Oven
|
Untuk
menghasikan rumput laut kering dengan suhu > 100 oC
|
7
|
Kain kasa
|
Sebagai
saringan untuk mendapatkan ekstrak rumput laut
|
8
|
Loyang
|
Sebagai
cetakan rumput laut dan merupakan tempat rumput laut diletakkan sebelum di
oven.
|
9
|
Pressure cooker
|
Untuk merubah
bentuk rumput laut kering menjadi cairan kental atau memecah dinding-dinding
sel pada rumput laut
|
10
|
Cetakan Jelly
|
Untuk
mencetak bentuk jelly
|
11
|
Blender
|
Menghancurkan
rumput laut yang sudah lunak
|
Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah:
No.
|
Nama Bahan
|
Fungsi
|
1
|
Rumput Laut
|
Sebagai bahan
yang di uji
|
2
|
Air
|
Untuk
merendam dan merebus rumput laut
|
3
|
Alkohol 90%
|
Untuk
menghasilkan karaginan basah
|
4
|
Gelatin
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
5
|
Glukosa
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
6
|
Gula
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
7
|
Kanji
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
8
|
Pasta
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
9
|
Pewarna Makanan
|
Bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
|
3.4.
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum ini
dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu :
3.4.1. Budidaya Rumput Laut
Dilakukan observasi atau kunjungan langsung dan wawancara
terhadap teknisi rumput laut Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk dalam rangka
pengumpulan data mengenai kegiatan budidaya rumput laut yang meliputi cara
pemilihan lokasi, cara penyediaan bibit, metode penanaman, pemeliharaan dan
perawatan, serta kegiatan panen yang dilakukan.
3.4.2. Analisis Usaha
Analisis usaha
dalam kegiatan budidaya rumput laut meliputi biaya variabel, biaya tetap, dan
penyusutan didapatkan datanya melalui wawancara secara langsung kepada teknisi
rumput laut Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk.
3.4.3. Analisa Karaginan
Metode analisis karaginan skala rumah tangga adalah :
a.
Rumput laut
direndam dalam air tawar selama kurang lebih 12 jam, dibilas, dan ditiriskan.
Lalu ditimbang sebagai hasil dari berat basah rumput laut.
b.
Setelah bersih,
rumput laut direbus dalam air dengan perbandingan rumput laut dengan air sebesar
1 : 15 menggunakan pressure cooker selama 7 menit, dihitung setelah pressure cooker tersebut telah mengeluarkan
bunyi.
c.
Dilakukan perebusan
kembali tanpa tekanan menggunakan wajan pada suhu 100 0C selama 1
jam hingga bentuknya menjadi gel kental. Ditimbang kembali beratnya.
d.
Rumput laut yang
telah menjadi gel kental tersebut dihancurkan dengan blender dan ditambahkan
air panas dengan perbandingan 1 : 10. Hasilnya disaring dengan kain kasa halus.
e.
Filtrat diendapkan
dengan menambah alkohol 90 % dengan perbandingan 2,5 : 1 atau hasil saringan di
’poin d’ tersebut dikalikan dengan 0,4 selama 48 jam.
f.
Endapan yang
bercampur alkohol disaring dengan kain kasa. Hasil saringan ini masih berupa
karaginan basah. Kemudian hasil saringan itu dimasukkan kedalam loyang.
g.
Rumput laut dalam
loyang tersebut dijemur selama 2,5 jam.
h.
Selanjutnya
dimasukkan ke dalam oven untuk menghasilkan rumput laut kering. Pengovenan
dilakukan selama 2 jam.
i.
Di hitung berat
kering rumput laut menggunakan timbangan analitik.
j.
Di hitung rendemen karaginan
dengan rumus : Berat basah karaginan : Berat kering rumput laut x 100%.
3.4.4. Pengolahan Karaginan
a. Persiapan alat dan bahan berupa wajan dan kompor serta
gelatin, glukosa, gula, kanji, pewarna makanan.
b. Dimasukkan rumput laut kering (E.cottonii dan E.spinosum) ke dalam wajan yang berbeda dan
ditambahkan air .
c. Dimasak dengan cara mengaduk-ngaduk rumput laut hingga
bentuk rumput laut menjadi kental atau seperti jel.
d. Selanjutnya ditambahkan gelatin, glukosa, gula, kanji,
pewarna makanan ke dalam wajan. Untuk E.spinosum
menggunakan pewarna merah, sedangkan E.cottonii
menggunakan pewarna hijau.
e. Diaduk kembali hingga semua bahan tercampur sempurna.
f. Disiapkan cetakan jelly untuk E.spinosum karena karaginan yang dihasilkan oleh E.spinosum membentuk jelly. Dan
disiapkan loyang sebagai tempat cetakan E.cottonii
karena karaginan yang dihasilkan berupa dodol.
g. Dimasukkan jelly yang masih panas ke dalam cetakan, dan
di biarkan beberapa waktu hingga dingin dan mulai membeku.
h. Setelah sudah terbentuk jelly dan dodol artinya proses
pengolahan rumput laut telah selesai dan siap untuk dihidangkan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Praktikum
4.1.1. Budidaya Rumput Laut
No.
|
Data Yang Diobservasi
|
Hasil Observasi
|
1.
|
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut
|
· Dasar perairan pasir berkarang
· Kejernihannya cukup
· Tidak ada gelombang yang besar secara langsung
· Lokasi budidaya jauh dari permukiman warga
· Akses jalan raya nya sudah ada
· Kedalaman 10 – 15 m
· Salinitas air laut 32 ppt
· Suhu perairan berkisar antara 28 – 29 0C
|
2.
|
Penyediaan bibit
|
· Bibit Euchema berasal dari bali dan surabaya.
· Dilakukan panen sebagian untuk mendapat kan bibit setelah penanaman 25 –
30 hari.
· Pemanenan bibit dilakukan pada kondisi sejuk yaitu pada pagi atau sore
hari.
|
3.
|
Metode penanaman
|
· Metode longline
· Persiapan untuk penanaman pada bulan maret, dan penanaman dilakukan dari
bulan april sampai oktober
· Panjang longline adalah 50 m
· Jarak penanaman 20 cm, jumlah titik yang terdapat dalam 1 ris berjumlah
250 titik. 1 titik membutuhkan 100 gr bibit rumput laut
· Kebutuhan rumput laut dalam 1 unit longline 625 kg
· Kebutuhan jangkar sebanyak 24 karung yang beratnya per karung adalah 150
kg berisi pasir
· Dalam ris dibutuhkan pelampungsebanyak 10 pelampung kecil dan 9 pelampung
besar untuk tiap sudut
· Cara pengikatan rumput laut adalah di potong thallus yang muda pada
bagian pangkalnya dan digabungkan lalu diikan menggunakan tali rafia menjadi satu
· Teknik penanaman rumput laut dimulai dari pinggir, tengah, dan dekat teluk
untuk mendukung pertumbuhan rumput laut
|
4.
|
Pemeliharaan dan perawatan rumput laut
|
· Membersihkan lumut yang menempel di thallus maupun di tali ris rumput
laut karena dapat berpengaruh pada hasil produksi yang diharapakan.
· Dilakukan pengontrolan setiap dua hari sekali apabila para pekerja turun
ke laut.
|
5.
|
Panen
|
· Dilakukan panen sebagian maupun panen total tergantung permintaan
konsumen
· Menghasilkan rumput laut sebanyak 2500 – 3000 kg selama pemeliharaan 40 –
45 hari
· Pemasaran terhadap hasil panen rumput laut dimulai dari petani menuju
pengepul 1 selanjutnya menuju ke pengebul 2.
|
4.1.2.
Analisis Usaha
No
|
Barang
|
Jumlah
|
Harga
satuan
|
Total
harga
|
Penyusutan
|
|
BIAYA
TETAP
|
|
|
|
|
1
|
Tali
induk + tali jangkar
|
51
kg
|
30.000
|
1.530.000
|
306.000
|
2
|
Tali
ris 5 mm
|
10
kg
|
30.000
|
300.000
|
60.000
|
3
|
Tali
kancing botol 3 mm
|
3
kg
|
30.000
|
900.000
|
180.000
|
4
|
Tali
batas 4 mm
|
2
kg
|
30.000
|
60.000
|
12.000
|
5
|
Tali
rapia
|
5
kg
|
20.
000
|
100.000
|
20.000
|
6
|
Jangkar
|
24
buah
|
150.000
|
3.600.000
|
720.000
|
7
|
Pelampung
bola
|
9
buah
|
75.000
|
675.000
|
135.000
|
8
|
Pelambung
botol akua
|
300
biji
|
500
|
150.000
|
30.000
|
9
|
Karung
|
24
biji
|
2500
|
60.000
|
12.000
|
|
TOTAL
|
|
|
7.375.000
|
1.475.000
|
|
|
|
|
|
|
|
BIAYA
VARIABEL
|
|
|
|
|
10
|
Bibit
|
650
kg
|
1000
|
650.000
|
|
11
|
Upah
karyawan
|
|
|
|
|
|
Ongkos
ikat bibit
|
25
ris
|
3000
|
75.000
|
|
|
Ongkos
tanam
|
3
orang
|
50.000
|
150.000
|
|
12
|
Bensin
|
10
liter
|
6000
|
60.000
|
|
13
|
Sewa
sampan
|
1
unit
|
100.000
|
100.000
|
|
|
Total
|
|
|
1.035.000
|
|
Analisa usaha
Panen Bibit = 3000 kg
Harga jual = 1000/kg
·
Penjualan = jumlah
produksi x harga jual
= 3000 kg x 1000 = Rp. 3.000.000/siklus
·
Total biaya = biaya
tetap + biaya variabel
= 1.475.000 + 1.035.000
= Rp. 2.510. 000
·
Laba bersih = Jumlah penerimaan – total biaya
= Rp. 3.000.000 - Rp. 2.510. 000
= Rp. 490. 000
1. B/C
rasio = Total penerimaan
Total biaya
= 3.000.000
2.510.000
= 1, 2
2. BEP
·
BEP (Rp) = biaya
tetap
1- (biaya variable/hasil penjualan)
= 1.475.000
1-(1.035.000/3.000.000)
=
2.251.908
·
BEP (unit) = biaya
tetap
Hasil penjualan- biaya variable
= 1.475.000
3.000.000-1.035.000
= 0, 75 kg à 750kg
3. Profit
Margin
Margin laba = laba
bersih x 100%
Total penjualan
= 490. 000 x100%
3.000.000
= 16,3%.
4.1.3. Analisis Karaginan
Jenis Rumput Laut
|
Randemen (%)
|
Rata-rata
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
E.cottonii
|
6
|
19,6
|
26
|
24,6
|
19,05
|
E.spinosum
|
55
|
9
|
25
|
32,8
|
30,45
|
I.
Randemen =
=
0,30 gram x 100 %
5 gram
=
6 %
II.
Randemen =
= 2,75 gram x 100 %
5 gram
=
55 %
III.
Randemen =
= 0,98 gram x 100 %
5 gram
=
19,6 %
IV.
Randemen =
= 0,45 gram x 100 %
5 gram
=
9 %
V.
Randemen =
= 1,30 gram x 100 %
5 gram
=
26 %
VI.
Randemen =
= 1,25 gram x 100 %
5 gram
=
25 %
VII.
Randemen =
= 1,23 gram x 100 %
5 gram
=
24,6 %
VIII.
Randemen =
= 1,64 gram x 100 %
5 gram
=
32,8 %
4.2. Pembahasan
4.2.1. Budidaya Rumput Laut
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut di grupuk
berdasarkan pada dasar perairan pasir berkarang, menurut Radiarta (2007), pada
umumnya kondisi dasar perairan untuk budidaya Eucheuma sp. berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan
karang. Kondisi substrat dasar seperti ini menunjukkan adanya pergerakan air
yang baik sehingga cocok untuk budidaya Eucheuma
sp. Syarat kedua adalah kejernihannya cukup, untuk budidaya Eucheuma sp., keadaan perairan sebaiknya
relatif jernih dengan tingkat kecerahan tinggi dan tampakan (jarak pandang
kedalaman) dengan alat sechidisk mencapai 2 – 5 m. Kondisi seperti ini dibutuhkan
agar cahaya matahari dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis (Prihadi,
2007).
Lokasi untuk budidaya Eucheuma
sp., tidak ada gelombang atau ombak yang
besar secara langsung, Utojo (2007), mengungkapkan lokasi harus terlindung dari
arus (pergerakan air) dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Apabila hal ini
terjadi, arus dan gelombang akan merusak dan menghanyutkan tanaman. Pergerakan
air berkisar 0,2 – 0,4 m/detik. Dengan kondisi seperti ini, akan mempermudah
pergantian dan penyerapan hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak
sampai merusak tanaman.
Kualitas perairan dalam budidaya Eucheuma sp. Di Grupuk yaitu kedalaman 10 – 15 m, salinitas air
laut 32 ppt dan suhu perairan berkisar antara 28 – 29 0C. Menurut
Kordi (2007), kedalaman perairan sangat tergantung
dari metode budi daya yang akan dipilih. Metode lepas dasar dilakukan
pada kedalaman perairan tidak kurang dari 30-60 cm pada waktu surut
terendah, sedangkan metode rakit apung, rawai dan jalur pada perairan
dengan kedalaman sekitar 2 - 15 m. Sudradjat (2008), juga mengungkapkan penurunan
salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan Eucheuma
spp menjadi tidak normal. Untuk
memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari
lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt dan suhu air yang optimal yaitu berkisar 26 -30 0C.
Ketersediaan
Bibit; Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar
lokasi yang dipilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya.
Organisme Pengganggu; Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang tidak
banyak terdapat organisme pengganggu misalnya ikan beronang, bintang
laut, bulu babi dan penyu serta tanaman penempel.
Lokasi budidaya jauh dari permukiman warga dan akses
jalan raya nya sudah ada. Mansyur (2007), menyatakan keterjangkauan budidaya yang baik dan
transparan. Umumnya lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman
penduduk agar lebih mudah melakukan pemeliharaan, Tenaga Kerja; Tenaga
kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di sekitar lokasi
budidaya. Upaya tersebut dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan
sekaligus membuka peluang atau kesempatan kerja, serta Sarana dan Prasarana;
Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan prasarana
perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam pengangkutan bahan,
bibit, hasil panen dan pemasarannya.
Bibit Eucheuma
berasal dari bali dan surabaya. Dilakukan panen sebagian untuk mendapat kan
bibit setelah penanaman 25 – 30 hari. Pemanenan bibit dilakukan pada kondisi
sejuk yaitu pada pagi atau sore hari. Bibit
harus dipilih dari thallus yang muda, segar, keras, tidak layu dan kenyal.
Berat bibit pada awal penanaman + 100 gram per ikat. Bibit sebaiknya disimpan
di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari atau direndam di laut
dengan menggunakan kantong jaring.
Metode tali panjang (long line method) pada
prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu
sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai
pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa
diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: tanaman
cukup menerima sinar matahari;
tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air; terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan; pertumbuhannya lebih cepat; cara kerjanya lebih mudah; biayanya lebih murah; kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Saat ini para petani/nelayan di perairan NTB umumnya mengem-bangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia.
tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air; terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan; pertumbuhannya lebih cepat; cara kerjanya lebih mudah; biayanya lebih murah; kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Saat ini para petani/nelayan di perairan NTB umumnya mengem-bangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia.
Dalam usaha budidaya rumput laut, perawatan tanaman
adalah sangat penting. Kegiatan perawatan meliputihal hal sebagai berikut: membersihkan
tanaman dari kotoran yang melekat, endapan atau tumbuhan lain yang menempel; mengganti
tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau tanaman yang pertumbuhannya
baik; memperbaiki konstruksi yang rusak
seperti jangkar tercabut, atau tali-tali lepas atau putus.
Panen dan penanganan hasil panen
yang tidak sempurna akan menurunkan kualitas produksi rumput laut. Untuk itu
panen dan pascapanen harus dilakukan dengan baik untuk memenuhi syarat standar
mutu ekspor komoditas rumput laut.Panen sebaiknya dilakukan setelah rumput laut
berumur 45 hari pemeliharaan pada cuaca yang cerah agar kualitasnya terjamin.
Pemanenan rumput laut sangat
tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk mendapatkan bibit,
pemanenan dilakukan pada umur 25– 35 hari. Kalau ingin mendapatkan kualitas
tinggi dengan kandungan Karaginan banyak, panen dilakukan pada umur 45
hari(umur ideal) Pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara : Pertama memotong
sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat bibit, namun
perlu waktu lama. Disisi lain, sisa-sisa tanaman rumput laut yang tidak ikut
dipanen pertumbuhannya lambat, sehingga kualitasnya rendah. Kedua,
mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang singkat.
Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong tali.
Kelebihan cara ini adalah, dapat melakukan penanaman kembali dari bibit-bibit
rumput laut yang masih mudah dengan laju pertumbuhan tinggi.
4.2.2. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut
Dalam usaha budidaya rumput laut yang berada di Balai Budidaya Laut Lombok
Stasiun Grupuk menggunakan modal usaha =
Rp. 2.510. 000,-, menghasilkan harga
penjualan sebesar Rp.3.000.000,- persiklus penjualannya. Dan menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 490. 000,- yang didapatkan dari rumus “Laba (Keuntungan) = Harga
jual – (Biaya penyusutan + Biaya variabel)”. Selanjutnya menghitung Break Event Point (BEP) untuk menentukan
batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Di peroleh
nilai BEP unit adalah 750 kg, artinya volume penjualannya harus di tambah
sebanyak 750 kg agar perusahaan tersebut tidak rugi, dan BEP (Rp.) adalah
2.512.908. Untuk mengetahui nilai keuntungan suatu perusahaan maka di hitunglah
nilai ROI dengan rumus ‘’Laba / modal usaha’’. Nilai ROI didapatkan 16,3%,
perusahaan tersebut hanya menghasilkan keuntungan sebesar 16,3%. Benefit Cost
Ratio (B/C) digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu jenis usaha harus
di produksi pada musim berikutnya. B/C menentukan kelayakan suatu usaha.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai B/C adalah 1,2, artinya usaha
budidaya rumput laut ini layak untuk dilakukan dan juga memperoleh keuntungan
karena berdasarkan ketentuan apabila nilai B/C adalah 1, berarti usaha tersebut
belum mendapat keuntungan karena impas. Jika nilainya lebih dari 1 berarti
usaha tersebut layak untuk dilakukan dan memperoleh keuntungan dan sebaliknya
jika nilai B/C kurang dari 1, berarti usaha tersebut tidak layak dan mengalami
kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar maka
seharusnya perusahaan melakukan pengontrolan terhadap biaya variabelnya yaitu
upah karyawa dibayar secara harian tergantung pada porsi pekerjaannya,
mengurangi karyawan tetap dan memperbanyak karyawan yang bersifat harian atau
karyawan lepas, memperbaiki kualitas dari rumput laut tersebut sehingga dapat
meningkatkan harga penjualannya.
4.2.3. Analisis Karaginan
Suryaningrum (2005), menjelaskan karaginan dibedaka berdasarkan
kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar
hanya mengandung sulfat 3-4% (food Chemical Codex, 1974). Dalam dunia
perdagangan karaginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan lamda
karaginan. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii,
sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan digunakan
sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan
pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan
lain-lain.
Rata-rata berat karaginan yang dihasilkan oleh E.cottonii
adalah 1,1975 gram, sedangkan rata-rata berat karaginan yang dihasilkan oleh
E.spinosum adalah 1,5225 gram. Angka tersebut menunjukkan kandungan karaginan
pada E.spinosum lebih banyak dibandingkan dengan E.cottonii. Dengan demikian
persentasi randemen rumput laut E.spinosum lebih tinggi dari E.cottonii
E.cottonii menghasilkan
kappa-karaginan karena E.cottonii menghasilkan gel yang kuat (rigid) sehingga
bentuk olahan yang dihasilkan berupa dodol, sedangkan E.spinosum menghasilkan
iota-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk sehingga
hasil olahan makanan berupa jelly.
Kelarutan karaginan didalam air dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya temperatur, senyawa organik, garam yang larut dalam air, dan
tipe karaginan itu sendiri. Daya kelarutan karaginan dengan medium air panas
adalah untuk kappa-karaginan akan larut diatas 60 0C begitu juga
dengan iota-karaginan yang larut pada suhu 60 0C. Medium air dingin,
untuk kappa-karaginan akan larut dalam garam natrium dan tidak larut dalam
garam K dan garam Ca, sedangkan untuk iota-karaginan akan larut dalam garam Na
dan garam Ca memberi dispersi thixotropic (Moraino, 1977).
Umumnya
karaginan dapat melakukan interaksi dengan makro molekul yang bermuatan,
misalnya protein, sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti
peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan penyaringan
stabilisasi. Hasil interaksi dari karaginan protein tergantung pada pH
isolestrik dari protein. Struktur kappa-karaginan dan iota-karaginan
memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang
mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan tiga dimensi atau gel.
Bila larutan
dipanaskan, kemudian didinginkan sampai dibawah suhu tertentu, kappa-karaginan
dan iota-karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible (gel
akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali)
pada konsentrasi serendah 0,5%, asalkan kation tersedia dalam sistem tersebut.
Pada konsentrasi kalium (KCl) lebih tinggi, kekenyalan gel karaginan akan
meningkat. Ion kalium juga mempunyai pengaruh meningkatkan suhu cair dari suhu
gelasi dari karaginan. Bila kation tersebut dihilangkan maka karaginan tidak
lagi mampu membentuk gel.
BAB V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan
adalah :
1.
Cara-cara melakukan
budidaya rumput laut meliputi pemilihan lokasi yang memiliki dasar perairan
berkarang, tingkat kejernihan air yang tinggi, terhindar dari ombak yang kuat,
dan lain-lain. Ketersediaan bibit yang
berkualitas baik agar dapat tumbuh sehat Metode budidaya yang dilakukan adalah
metode longline atau rawai karena fleksibel dan biaya yang dikeluarkan relatif
murah. Pemeliharaan dengan membersihkan kotoran yang menempel pada bagian
thallus. Dan pemanenan dilakukan setelah pemeliharaan 45 hari.
2.
Cara mengekstrak
karaginan dalam skala rumah tangga yaitu dengan metode alkohol sehingga mampu
memproduksi karaginan Euchema spinosum yang menghasilkan iota-karaginan dan
Euchema cottonii yang menghasilkan kappa-karaginan.
3.
Usaha budidaya
rumput laut di Balai Budidaya Laut stasiun Grupuk mengalami keuntungan yang sangat
kecil dengan persentasi 16,3% dan nilai B/C adalah 1,2, tetapi usaha ini tetap
layak untuk dilaksanakan tetapi harus memperbaiki kualitas rumput lautnya untuk
meningkatkan harga penjualannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J., S. Irawati
dan Kusmiyati. 1996. Potensi dan Manfaat
Rumput Laut Indonesia dalam Bidang Farmasi. Makalah Seminar Nasional
Indonesia tentang Rumput Laut. Jakarta, [31 Juli 1996].
Anggadiredja, J., A. Zatnika,
H. Purwanto dan S. Istini. 2008. Rumput
Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anonim. 1977. Prospek Penyebaran Rumput Laut di Perairan
Indonesia. Harian Pedoman Rakyat. Makassar. [Edisi 09 Maret 1977].
Indriani, H., dan E. Sumiarsih.
1994. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran
Rumput Laut. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi, K. M. G. H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi, K. M. G. H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Radiarta, Prihadi, Saputra,
Haryadi dan O. Johan. 2007. Penentuan
Lokasi Budidaya Rumput Laut (Euchema spp) Berdasarkan Parameter Lingkungan di
Perairan Kecamatan Moro, Provinsi Kepulauan Riau . Jurnal Riset Akuakultur,
2(3) : 319-328.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryaningrum. 2005. Studi Pembuatan Edible Film dari Karaginan.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(4) : 1-13.
Utojo. 2007. Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan, Rumput Laut,
dan Tiram Mutiara yang Ramah Lingkungan. Jurnal Riset Akuakultur. 2(3) :
303-318.
Zatnika, A. 1993. Prospek Industri dan Proses Produksi
Carrageenan. Majalah Techner, No.10 Tahun II. Jakarta : 42-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar