Rabu, 05 Desember 2012

Rumput Laut_Laporan


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN






Oleh

FITRI NURHANDANI
C1K 009 010










PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS MATARAM
2012



HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan telah selesai disusun oleh :
Nama : Fitri Nurhandani
NIM   : C1K 009 010


Mengetahui :


Dosen Penanggungjawab                                                        Asisten Praktikum



ZAENAL ABIDIN                                                                     IVAN RIHADI
NIP. 1977 0622 2006 042002                                                NIM. C1K 008 045   



                                     
Praktikan



FITRI NURHANDANI
NIM.C1K 009 010

Tanggal Pengesahan :



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tiada terhingga termasuk nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga laporan “Teknologi Pembenihan Ikan ini dapat selesai tepat pada waktunya. Tidak lupa pula Penulis haturkan selawat serta salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad Saw yang telah menuntun umat dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Laporan Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan ini merupakan salah satu bentuk implementasi terhadap pelaksanaan Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan dalam bentuk bukti tertulis. Dimana di dalam laporan ini akan diuraikan mengenai seks primer dan sekunder pada ikan, pembuatan ekstrak kelenjar pituitary, fertilisasi buatan, hingga perkembangan telur ikan. Terlepas dari semua itu, ucapan  terima kasih Penulis sampaikan  kepada Dosen Pembimbing  Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan yakni Bapak Zaenal Abidin S.Pi.,M.Si. dan Bapak Alis Mukhlis S.Pi.,M.Si. serta Asisten Praktikum Ivan Rihadi yang telah sabar membimbing dan membantu Penulis dalam melaksanankan kegiatan praktikum ini.
Tentunya dalam  penyusunan laporan ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dalam penyusunan laporan berikutnya menjadi lebih baik. Terima kasih. Wassalam.


Mataram,    Juni 2012
Penulis


Fitri Nurhandani
C1K 009 010


 
BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik.
Adapun beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomis dan telah diperdagangkan sejak dahulu, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor yaitu Euchema sp. (Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum), Grasillaria (Grasillaria gigas dan Grasillaria verrucosa), Gelidium sp., Hypnea sp., dan Sargassum sp.
Seiring dengan menguatnya gerakan kembali ke alam (back to nature), pemanfaatan rumput laut kian dimaksimalkan. Upaya untuk membudidayakannya pun kian digencarkan. Di Nusa Dua dan Nusa Lembongan (Bali) misalnya, upaya budidaya jenis Eucheuma sudah dimulai pada tahun 1983. Upaya serupa juga dilakukan pada jenis Gracillaria di berbagai wilayah Indonesia lainnya, diantaranya yaitu Paciran (Lamongan), Sulawesi Selatan, Pantai Utara Pulau Jawa. Dan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii juga dilakukan pada peraian Nusa Tenggara Barat tepatnya di  Balai Budidaya Laut Stasiun Grupuk Kabupaten Lombok Tengah sejak tahun 1990 hingga saat ini.
Di bidang industri, ternyata pengolahan rumput laut sudah cukup lama dikenal di Indonesia, meskipun dengan teknologi proses dan peralatan yang sederhana. Rumput laut telah diolah menjadi beragam jenis makanan, di antaranya kue, puding, dodol, dan agar. Disamping itu, hidrokoloid yang terkandung di dalam rumput laut merupakan alasan utama untuk menjadikannya sebagai bahan baku industri kosmetik, farmasi, cat, tekstil, pakan ternak, dan industri lainnya.
Prospek bisnis untuk rumput laut begitu cerah, tetapi dalam upaya pengembangannya masih banyak kendala yang dihadapi. Di bidang budidaya misalnya, ketersediaan bibit yang berkualitas masih jarang ditemukan, di samping juga adanya faktor perubahan kondisi perairan dan musim yang sangat mempengaruhi kualitas rumput laut yang dihasilkan. Sementara, di bidang pengolahan , faktor pengetahuan terhadap arti penting kualitas menjadi kendala utama. Hal ini tercermin dari proses produksi dan peralatan yang digunakan masih jauh dari standar pengolahan.
Melalui laporan ini, berbagai kendala yang ada di bidang budidaya dan pengolahan rumput laut akan dibahas agar dapat melakukan cara-cara budidaya rumput laut, dapat melakukan analisis usaha dalam suatu kegiatan budidaya rumput laut sehingga mampu memperoleh keuntungan, serta mampu mengekstrak karaginan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku makanan seperti dodol dan agar.


1.2  Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum teknologi budidaya rumput laut adalah :
1.      Untuk menguasai dan mengetahui cara-cara melakukan budidaya rumput laut.
2.      Untuk memahami dan melakukan analisis usaha dalam suatu kegiatan budidaya rumput laut.
3.      Untuk menguasai dan mengetahui cara mengekstrak karaginan dalam skala rumah tangga.











BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi dan Ekologi Rumput Laut
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi serta jenis subsrat dasarnya. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya. Perkembangbiakan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kawin antara gamet jantan dan betina (generatif) serta secara tidak kawin dengan melalui vegetatif dan konjugatif (Anonim, 1977).
Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang biru-hijau) (Outmer, 1968).
Eucheuma sp. dan Hypnea sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut karaginan (carrageenan). Rumput laut yang menghasilkan karaginan disebut karaginofit (Anggadiredja, 1989).

2.1.1. Klasifikasi Rumput Laut
Berdasarkan Anonim (2012), klasifikasi rumput laut adalah :
Divisio  : Rhodophyta
Kelas     : Rhodophyceae
Bangsa  : Gigartinales
Suku     : Solierisceae
Marga   : Eucheuma            Gambar 1. E.cottonii             Gambar 2. E.spinosum
Jenis     : Euchema spinosum (Euchema denticulatum)
             Euchema cottonii (Kappaphycus alvarezii)

2.1.2. Ciri-ciri dan Habitat Rumput Laut
Ciri-ciri E.cottonii yaitu thallus silindris, pemukaan licin, menyerupai tulang rawan/muda, serta berwarna hijau terang, hijau olive, dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri lunak untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat berseling, tidak teratur, serta dapat bersifat percabangan dua-dua atau sistem percabangan tiga-tiga (Zatnika, 2008).
E.cottonii memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis, oleh karene itu rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. E.cottonii tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang, cangkang kerang, dan benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan jenis ini yaitu cukup arus dengan salinitas (kadar garam) yang stabil, yaitu berkisar 28 – 34 per mil. Oleh karenanya, rumput laut jenis ini akan hidup baik bila jauh dari muara sungai. Jenis ini telah dibudidayakan dengan cara di ikat pada tali sehingga tidak perlu melekat pada substrat karang atau benda lainnya (Purwanto, 2008).
Eucheuma spinosum memiliki ciri-ciri yaitu thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, dan ditumbuhi nodulus, berupa duri lunak yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang terdapat pada E,cottonii (Istini, 2008).
E.spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batu karang, batuan, benda keras, dan cangkang kerang. E.spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya bisa hidup pada lapisan fotik perairan laut (Anggadiredja, 2008).

2.2. Budidaya Rumput Laut
·       Persyaratan lokasi dan lahan
Lahan budidaya Eucheuma sp. yang cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan budidaya Eucheuma sp adalah : Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung ombak yang kuat, lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp 20-40 cm/detik, dasar perairan budidaya Eucheuma sp adalah dasar perairan karang berpasir, pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm, kejernihan air tidak kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horisontal, suhu air berkisar 27 – 30 0C dengan fluktuasi harian maksimal 4 0C. Salinitas (kadar garam) perairan antara 30-35 permil (optimum sekitar 33 permil). pH air antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,3 - 8,2. Lokasi dan lahan sebaiknya jauh dari pengaruh sungai dan bebas dari pencemaran, sebaiknya dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi berbagai jenis makro algae lain seperti Ulva, Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain sebagai sp indikator (Indriani, 1994).
·       Seleksi Bibit
Bibit harus dipilih dari thallus yang muda, segar, keras, tidak layu dan kenyal, berat bibit pada awal penanaman + 100 gram per ikat, bibit sebaiknya disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari atau direndam di laut dengan menggunakan kantong jaring (Sumiarsih, 1994).
·       Metode tali panjang
Metode tali panjang (long line method) pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah,  biayanya lebih murah, kualitas rumput laut yang dihasilkan baik (Kordi, 2011).
Saat ini para petani/nelayan di perairan NTB umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia. Persiapan pembuatan kontruksinya yang meliputi persiapan lahan dan peralatan sebagai berikut :      

a. Material
v  Tali plastik diameter 9 mm (sebagai tali utama dan tali jangkar).
v  Tali plastik diameter 4 mm (sebagai tali ris tempat untuk mengikatkan bibit).
v  Tali rafia (sebagai pengikat bibit).
v  Bibit rumput laut (jenis Eucheuma sp ).
v  Botol plastik bekas/gabus (sebagai pelampung).
v   Patok bambu/kayu atau batu karang (sebagai jangkar).
v   Pisau.
v  Perahu.
b. Prosedur
v  Ukuran unit yang dipakai biasanya 15 x 30 m2.
v  Siapkan material budidaya seperti yang tersebut pada butir a.
v  Potong tali ris sepanjang 30,5 m sebanyak 15 buah.
v  Potong tali utama sepanjang 17 m sebanyak 2 buah.
v  Potong tali jangkar yang panjangnya disesuaikan dengan kedalaman perairan pada waktu pasang tertinggi sebanyak 4 buah.
v  Rentangkan kedua tali utama pada lokasi perairan yang telah dipilih dengan posisi saling berhadapan dengan jarak 30 m dan ikatkan tali jangkar pada kedua ujungnya yang sebelumnya dibebani batu karang atau diikatkan pada patok bambu/kayu yang ditancapkan sebelumnya kemudian disudut-sudutnya dipasang pelampung.
v  Ikat bibit yang telah diseleksi dengan tali rafia dengan berat masing-masing sekitar 100 gram/ikat kemudian bibit tersebut diikatkan pada tali ris.
# Jarak tiap ikat bibit yang diikatkan pada tali ris sekitar 25 cm kemudian setelah semua tali ris terisi oleh bibit maka segera diangkut menuju lokasi budidaya dengan perahu.
v   Rentangkan tali ris kemudian ikatkan pada tali utama dikedua ujungnya dengan jarak masing-masing tali ris sekitar 1 m.
v  Pengikatan tali ris pada tali utama disesuaikan sehingga jarak tanaman dari permukaan air sekitar 30 sampai 50 cm.
v   Setelah tali ris diikat semua maka ikatkan pelampung botol plastik bekas pada tali ris, masing-masing ris sebanyak 10 buah dengan jarak sekitar 3 m.

Untuk lebih jelasnya mengenai budidaya Eucheuma sp dengan metode tali panjang dapat dilihat pada gambar 1.
c.       Perawatan dan panen
Dalam usaha budidaya rumput laut, perawatan tanaman adalah sangat penting. Kegiatan perawatan meliputi hal hal sebagai berikut:
v  Membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat, endapan atau tumbuhan lain yang menempel.
v  Mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau tanaman yang pertumbuhannya baik.
v  Memperbaiki konstruksi yang rusak seperti jangkar tercabut, atau tali-tali lepas atau putus.

Gambar 3. Rumput laut hasil panen yang siap dijemur

Gambar 4. Rumput laut dalam masa pertumbuhan dengan metode rawai (long line method)

Tanaman sudah dapat dipanen dengan cara panen total (full harvest) setelah berumur 45-60 hari sejak ditanam. Panen dilakukan dengan cara mengangkat seluruh tanaman, sedangkan pelepasan tanaman dari tali ris dilakukan di darat. Penanaman kembali dilakukan dengan memilih bagian ujung tanaman yang masih muda dan bagian pangkal tanaman yang merupakan bagian yang tua dikeringkan karena memiliki kandungan karaginan yang tinggi (Kordi, 2011).
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan menjemur dengan sinar matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Setelah kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi dengan minyak atau air tawar. Proses penjemuran dan penyimpanan sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya baik akan tetapi bila penanganan pasca panennya kurang baik maka akan mengurangi kualitas rumput laut (Kordi, 2011).

2.3. Ekstraksi Karaginan
Zatnika (2006) mengungkapkan karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Polisakarida ini merupakan galaktan yang mengandung ester asam sulfat antara 20 -30% dan saling berikatan dengan ikatan (1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang seling. Karaginan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 3 4% (food Chemical Codex, 1974). Dalam dunia perdagangan karginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan lamda karaginan. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan digunakan sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain. Karaginan yang diperoleh dari hasil pengolahan ini mempunyai spesifikasi produk sebagai berikut : Kadar air : 8 - 12%, Kada abu : 18 - 23%, Kadar abu tak larut asam : 1 - 2%, Kadar sulfat : 18 - 24 (kappa-karaginan) dan 22 - 32 (iotakaraginan) dan Viscositas : 20 - 180 Cps.
Bahan rumput laut yang digunakan dalam pengolahan karginan adalah jenis Euchcuna spinosum atau Eucheuma cottonii, Natrium Hidroksida (NaOH) untuk mengatur pH, filter (Celite atau tanah diatomae) untuk membantu proses penyaringan. Isopropyl alkohol untuk mengendapkan karaginan dan Natrium Clorida (NaCl) untuk membantu pengendapan karaginan.
Peralatan untuk pencucian rumput laut. Peralatan untuk perebusan dan penghancur rumput laut Filter press untuk penyaringan
Peralatan untuk mengendapkan karaginan serta Oven untuk mengeringkan serta karaginan.
Pengolahan rumput taut menjadi karaginan dilakukan dengan ekstraksi panas dalam suasana basa. Tahap-tahap proses pengolahan karaginan secara umum terdiri dari pencucian, perebusan/ekstradisi, penyaringan, pengendapan filtrat dengan al kohol, pengeringan dan penepungan.
·         Pencucian
Rumput laut yang akan diekstraksi dicuci dan dibersihkan dengan air untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.
·         Ekstraksi :
Rumput laut yang telah bersih kemudian direbus/diekstraksi dalam air dengan volume 40 - 50 kali berat rumput laut kering, pH air ekstraksi diatur dengan menggunakan larutan NaOH sehingga diperoleh pH 8 - 9. Perebusan pertama dilakukan selama 30 - 60 menit pada suhu 90 - 95°C. Rumput laut kemudian dihancurkan sehingga berbentuk bubur rumput laut. Ekstraksi kedua dilakukan selama 2 sampai beberapa jam tergantung jenis rumput Taut yang diekstraksi. Menurut Marine Colloid Inc untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii dilakukan selama 18 jam, sedangkan untu jenis Eucheuma spinosum dilakukan selama 3 jam.
·         Penyaringan :
Setelah proses ekstraksi selesai bubur rumput laut ditambah dengan filter aid (celite atau tanah diatomae) dengan konsentrasi 3-4%. Penyaringan dilakukan dengan filter press, dalam keadaan panas sehingga memudahkan penyaringan. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 0,05% NaC untuk memudahkan proses pengendapan.
·         Pengendapan :
Pengendapan karaginan dilakukan dengan cara menuangkan filtrat ke dalam isopropyl alkohol sambil diaduk-aduk selama 15 menit, sehingga terbentuk seratserat karaginan. Perbandingan filtrat dan isopropyl alkohol yang digunakan adalah 1 : 2. Serat-serat karaginan yang diperoleh kemudian direndam kembali dengan isoprpyl alkohol selama 30 menit sehingga diperoleh serat karaginan yang lebih kaku.
·         Pengeringan dan Penepungan :
Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C sampai kering, kemudian digiling sehingga diperoleh tepung karaginan.

2.4. Pengolahan Karaginan
Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan. alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000 residu galaktosa. Oleh karena itu variasinya banyak sekali.Karaginan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu : kappa, iota, dan lambda karaginan yang memiliki struktur yang jelas. Karaginan dapat diperoleh dari alga merah, salah satu jenisnya adalah dari kelompok Euchema sp. (Yasita dan Intan, 2008).
Karaginan sampai saat ini belum diolah di Indonesia walaupun bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat karaginan banyak terdapat di Indonesia antara lain Eucheuma spinosum. Karaginan adalah suatu campuran yang kompleks dari beberapa polisacharida. Lambda dan Kappa karaginan secara bersama-sama dapat diekstrak dari rumput laut jenis Chondrus crispus dan beberapa species dari Gigartina, sedangkan lota karaginan diekstrak dari Eucheuma spinsosum (Istini et al, 1985).
Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan (Anggadireja et al. 1993). Penggunaan karaginan dalam bahan pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar air dan produk-prouk yang menggunakan bahan dasar susu.
Karaginan, biasanya diproduksi dalam bentuk garam Na, K, Ca yang dibedakan dua macam yaitu Kappa karaginan dan lota karaginan berasal dari Eucheuma cottonii dan Eucheuma striatum. Iota kagarinan berasal dari Eucheuma spinosum. Kedua jenis karaginan tersebut dapat berfungsi sebagai stabilizer, thickener, emulsifer, gelling agent, pengental. Pemakaian karaginan diperkirakan 80% digunakan di bidang industri makanan, farmasi dan kosmetik. Pada industri makanan sebagai stabilizer, thickener, gelling agent, additive atau komponen tambahan dalam pembuatan coklat, milk, pudding, instant milk, makanan kaleng dan bakery (Zatnika, 1993).



BAB III. METODOLOGI
3.1.       Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode deskriptif dan eksperimen. Metode deskriptif dilakukan untuk mendapatkan data tentang kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani rumput laut di lapangan serta data untuk analisis usaha budidaya rumput laut, melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan pertisipasi aktif. Sedangkan metode eksperimen dilakukan untuk memperoleh data karaginan melalui analisa skala rumah tangga di Laboratorium.

3.2.       Waktu dan Tempat Praktikum
Wawancara mengenai kegiatan budidaya rumput laut dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2012 di Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk Desa Sengkol Kabupaten Lombok Tengah. Perendaman rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Analisa karaginan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei sampai 2 Juni 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pengolahan rumput laut dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

3.3.       Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :    
No.
Nama Alat
Fungsi
1
Ember
Wadah untuk merendam rumput laut
2
Kompor
Memasak rumput laut hingga bentuknya seperti gel
3
Panci atau wajan
Wadah untuk meletakkan rumput laut
4
Sutil
untuk mengaduk rumput laut
5
Timbangan analitik
Untuk menimbang rumput laut baik dalam keadaan basah dan kering
6
Oven
Untuk menghasikan rumput laut kering dengan suhu > 100 oC
7
Kain kasa
Sebagai saringan untuk mendapatkan ekstrak rumput laut
8
Loyang
Sebagai cetakan rumput laut dan merupakan tempat rumput laut diletakkan sebelum di oven.
9
Pressure cooker
Untuk merubah bentuk rumput laut kering menjadi cairan kental atau memecah dinding-dinding sel pada rumput laut
10
Cetakan Jelly
Untuk mencetak bentuk jelly
11
Blender
Menghancurkan rumput laut yang sudah lunak

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
No.
Nama Bahan
Fungsi
1
Rumput Laut
Sebagai bahan yang di uji
2
Air
Untuk merendam dan merebus rumput laut
3
Alkohol 90%
Untuk menghasilkan karaginan basah
4
Gelatin
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
5
Glukosa
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
6
Gula
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
7
Kanji
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
8
Pasta
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol
9
Pewarna Makanan
Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan jelly dan dodol


3.4.       Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu :
3.4.1. Budidaya Rumput Laut
Dilakukan observasi atau kunjungan langsung dan wawancara terhadap teknisi rumput laut Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk dalam rangka pengumpulan data mengenai kegiatan budidaya rumput laut yang meliputi cara pemilihan lokasi, cara penyediaan bibit, metode penanaman, pemeliharaan dan perawatan, serta kegiatan panen yang dilakukan.
3.4.2. Analisis Usaha
Analisis usaha dalam kegiatan budidaya rumput laut meliputi biaya variabel, biaya tetap, dan penyusutan didapatkan datanya melalui wawancara secara langsung kepada teknisi rumput laut Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk.
3.4.3.  Analisa Karaginan
Metode analisis karaginan skala rumah tangga adalah :
a.            Rumput laut direndam dalam air tawar selama kurang lebih 12 jam, dibilas, dan ditiriskan. Lalu ditimbang sebagai hasil dari berat basah rumput laut.
b.           Setelah bersih, rumput laut direbus dalam air dengan perbandingan rumput laut dengan air sebesar 1 : 15 menggunakan pressure cooker selama 7 menit, dihitung setelah  pressure cooker tersebut telah mengeluarkan bunyi.
c.            Dilakukan perebusan kembali tanpa tekanan menggunakan wajan pada suhu 100 0C selama 1 jam hingga bentuknya menjadi gel kental. Ditimbang kembali beratnya.
d.           Rumput laut yang telah menjadi gel kental tersebut dihancurkan dengan blender dan ditambahkan air panas dengan perbandingan 1 : 10. Hasilnya disaring dengan kain kasa halus.
e.            Filtrat diendapkan dengan menambah alkohol 90 % dengan perbandingan 2,5 : 1 atau hasil saringan di ’poin d’ tersebut dikalikan dengan 0,4 selama 48 jam.
f.            Endapan yang bercampur alkohol disaring dengan kain kasa. Hasil saringan ini masih berupa karaginan basah. Kemudian hasil saringan itu dimasukkan kedalam loyang.
g.           Rumput laut dalam loyang tersebut dijemur selama 2,5 jam.
h.           Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven untuk menghasilkan rumput laut kering. Pengovenan dilakukan selama 2 jam.
i.             Di hitung berat kering rumput laut menggunakan timbangan analitik.
j.             Di hitung rendemen karaginan dengan rumus : Berat basah karaginan : Berat kering rumput laut x 100%.
3.4.4. Pengolahan Karaginan
a.       Persiapan alat dan bahan berupa wajan dan kompor serta gelatin, glukosa, gula, kanji, pewarna makanan.
b.      Dimasukkan rumput laut kering (E.cottonii dan E.spinosum) ke dalam wajan yang berbeda dan ditambahkan air .
c.       Dimasak dengan cara mengaduk-ngaduk rumput laut hingga bentuk rumput laut menjadi kental atau seperti jel.
d.      Selanjutnya ditambahkan gelatin, glukosa, gula, kanji, pewarna makanan ke dalam wajan. Untuk E.spinosum menggunakan pewarna merah, sedangkan E.cottonii menggunakan pewarna hijau.
e.       Diaduk kembali hingga semua bahan tercampur sempurna.
f.       Disiapkan cetakan jelly untuk E.spinosum karena karaginan yang dihasilkan oleh E.spinosum membentuk jelly. Dan disiapkan loyang sebagai tempat cetakan E.cottonii karena karaginan yang dihasilkan berupa dodol.
g.      Dimasukkan jelly yang masih panas ke dalam cetakan, dan di biarkan beberapa waktu hingga dingin dan mulai membeku.
h.      Setelah sudah terbentuk jelly dan dodol artinya proses pengolahan rumput laut telah selesai dan siap untuk dihidangkan.







            BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum
4.1.1. Budidaya Rumput Laut
No.
Data Yang Diobservasi
Hasil Observasi
1.
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut
·    Dasar perairan pasir berkarang
·    Kejernihannya cukup
·    Tidak ada gelombang yang besar secara langsung
·    Lokasi budidaya jauh dari permukiman warga
·    Akses jalan raya nya sudah ada
·    Kedalaman 10 – 15 m
·    Salinitas air laut 32 ppt
·    Suhu perairan berkisar antara 28 – 29 0C

2.
Penyediaan bibit
·    Bibit Euchema berasal dari bali dan surabaya.
·    Dilakukan panen sebagian untuk mendapat kan bibit setelah penanaman 25 – 30 hari.
·    Pemanenan bibit dilakukan pada kondisi sejuk yaitu pada pagi atau sore hari.

3.
Metode penanaman
·    Metode longline
·    Persiapan untuk penanaman pada bulan maret, dan penanaman dilakukan dari bulan april sampai oktober
·    Panjang longline adalah 50 m
·    Jarak penanaman 20 cm, jumlah titik yang terdapat dalam 1 ris berjumlah 250 titik. 1 titik membutuhkan 100 gr bibit rumput laut
·    Kebutuhan rumput laut dalam 1 unit longline 625 kg
·    Kebutuhan jangkar sebanyak 24 karung yang beratnya per karung adalah 150 kg berisi pasir
·    Dalam ris dibutuhkan pelampungsebanyak 10 pelampung kecil dan 9 pelampung besar untuk tiap sudut
·    Cara pengikatan rumput laut adalah di potong thallus yang muda pada bagian pangkalnya dan digabungkan lalu diikan menggunakan tali rafia  menjadi satu
·    Teknik penanaman rumput laut dimulai dari pinggir, tengah, dan dekat teluk untuk mendukung pertumbuhan rumput laut
4.
Pemeliharaan dan perawatan rumput laut
·    Membersihkan lumut yang menempel di thallus maupun di tali ris rumput laut karena dapat berpengaruh pada hasil produksi yang diharapakan.
·    Dilakukan pengontrolan setiap dua hari sekali apabila para pekerja turun ke laut.
5.
Panen
·    Dilakukan panen sebagian maupun panen total tergantung permintaan konsumen
·    Menghasilkan rumput laut sebanyak 2500 – 3000 kg selama pemeliharaan 40 – 45 hari
·    Pemasaran terhadap hasil panen rumput laut dimulai dari petani menuju pengepul 1 selanjutnya menuju ke pengebul 2.

4.1.2. Analisis Usaha
No
Barang
Jumlah
Harga satuan
Total harga
Penyusutan

BIAYA TETAP




1
Tali induk + tali jangkar
51 kg
30.000
1.530.000
306.000
2
Tali ris 5 mm
10 kg
30.000
   300.000
60.000
3
Tali kancing botol 3 mm
3 kg
30.000
   900.000
180.000
4
Tali batas 4 mm
2 kg
30.000
     60.000
12.000
5
Tali rapia
5 kg
20. 000
   100.000
20.000
6
Jangkar
24 buah
150.000
3.600.000
720.000
7
Pelampung bola
9 buah
75.000
   675.000
135.000
8
Pelambung botol akua
300 biji
500
   150.000
30.000
9
Karung
24 biji
2500
     60.000
12.000

TOTAL


7.375.000
1.475.000







BIAYA VARIABEL




10
Bibit
650 kg
1000
    650.000

11
Upah karyawan





Ongkos ikat bibit
25 ris
3000
      75.000


Ongkos tanam
3 orang
50.000
    150.000

12
Bensin
10 liter
6000
      60.000

13
Sewa sampan
1 unit
100.000
    100.000


Total


1.035.000


Analisa usaha
Panen Bibit  = 3000 kg
Harga  jual = 1000/kg
·         Penjualan = jumlah produksi x harga jual
      = 3000 kg x 1000 = Rp. 3.000.000/siklus
·         Total biaya = biaya tetap + biaya variabel
        = 1.475.000 + 1.035.000
        = Rp. 2.510. 000
·         Laba bersih =  Jumlah penerimaan – total biaya
         = Rp. 3.000.000 - Rp. 2.510. 000
         = Rp. 490. 000
1.      B/C rasio = Total penerimaan
Total biaya
                            = 3.000.000
                               2.510.000
                            = 1, 2
2.      BEP
·         BEP (Rp) = biaya tetap
                       1- (biaya variable/hasil penjualan)
                     = 1.475.000
1-(1.035.000/3.000.000)
= 2.251.908
·         BEP (unit) = biaya tetap
                           Hasil penjualan- biaya variable
                       = 1.475.000
                          3.000.000-1.035.000
                       = 0, 75 kg à750kg
3.      Profit Margin
Margin laba = laba bersih  x 100%
                        Total penjualan
                
   =    490. 000         x100%
                        3.000.000
                    = 16,3%.

4.1.3. Analisis Karaginan
Jenis Rumput Laut
Randemen (%)

Rata-rata
I
II
III
IV
E.cottonii
6
19,6
26
24,6
19,05
E.spinosum
55
9
25
32,8
30,45

I.              Randemen =

                      = 0,30 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   6 %
II.           Randemen =

                      = 2,75 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   55 %
III.        Randemen =

                      = 0,98 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   19,6 %
IV.        Randemen =
                      = 0,45 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   9 %
V.           Randemen =

                      = 1,30 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   26 %
VI.        Randemen =

                      = 1,25 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   25 %
VII.     Randemen =

                      = 1,23 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   24,6 %
VIII.  Randemen =


                      = 1,64 gram   x 100 %
                               5 gram
                         =   32,8 %



4.2. Pembahasan
4.2.1. Budidaya Rumput Laut
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut di grupuk berdasarkan pada dasar perairan pasir berkarang, menurut Radiarta (2007), pada umumnya kondisi dasar perairan untuk budidaya Eucheuma sp. berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang. Kondisi substrat dasar seperti ini menunjukkan adanya pergerakan air yang baik sehingga cocok untuk budidaya Eucheuma sp. Syarat kedua adalah kejernihannya cukup, untuk budidaya Eucheuma sp., keadaan perairan sebaiknya relatif jernih dengan tingkat kecerahan tinggi dan tampakan (jarak pandang kedalaman) dengan alat sechidisk mencapai 2 – 5 m. Kondisi seperti ini dibutuhkan agar cahaya matahari dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis (Prihadi, 2007).
Lokasi untuk budidaya Eucheuma sp.,  tidak ada gelombang atau ombak yang besar secara langsung, Utojo (2007), mengungkapkan lokasi harus terlindung dari arus (pergerakan air) dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Apabila hal ini terjadi, arus dan gelombang akan merusak dan menghanyutkan tanaman. Pergerakan air berkisar 0,2 – 0,4 m/detik. Dengan kondisi seperti ini, akan mempermudah pergantian dan penyerapan hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak tanaman.
Kualitas perairan dalam budidaya Eucheuma sp. Di Grupuk yaitu kedalaman 10 – 15 m, salinitas air laut 32 ppt dan suhu perairan berkisar antara 28 – 29 0C. Menurut Kordi (2007), kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budi daya yang  akan dipilih. Metode lepas dasar dilakukan pada kedalaman perairan tidak  kurang dari 30-60 cm pada waktu surut terendah, sedangkan metode rakit  apung, rawai dan jalur pada perairan dengan kedalaman sekitar 2 - 15 m. Sudradjat (2008), juga mengungkapkan penurunan salinitas akibat  masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan Eucheuma spp menjadi  tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus  dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt dan suhu air yang optimal yaitu berkisar 26 -30 0C.
Ketersediaan Bibit; Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di  sekitar lokasi yang dipilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya. Organisme Pengganggu; Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang  tidak banyak terdapat organisme pengganggu misalnya ikan beronang, bintang  laut, bulu babi dan penyu serta tanaman penempel.
Lokasi budidaya jauh dari permukiman warga dan akses jalan raya nya sudah ada. Mansyur (2007), menyatakan keterjangkauan budidaya yang baik dan transparan. Umumnya lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman penduduk agar  lebih mudah melakukan pemeliharaan, Tenaga Kerja; Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di sekitar  lokasi budidaya. Upaya tersebut dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan  sekaligus membuka peluang atau kesempatan kerja, serta Sarana dan Prasarana; Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana  dan prasarana perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam  pengangkutan bahan, bibit, hasil panen dan pemasarannya.
Bibit Eucheuma berasal dari bali dan surabaya. Dilakukan panen sebagian untuk mendapat kan bibit setelah penanaman 25 – 30 hari. Pemanenan bibit dilakukan pada kondisi sejuk yaitu pada pagi atau sore hari. Bibit harus dipilih dari thallus yang muda, segar, keras, tidak layu dan kenyal. Berat bibit pada awal penanaman + 100 gram per ikat. Bibit sebaiknya disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari atau direndam di laut dengan menggunakan kantong jaring.
Metode tali panjang (long line method) pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari;
tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air; terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan; pertumbuhannya lebih cepat; cara kerjanya lebih mudah; biayanya lebih murah; kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Saat ini para petani/nelayan di perairan NTB umumnya mengem-bangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia.
Dalam usaha budidaya rumput laut, perawatan tanaman adalah sangat penting. Kegiatan perawatan meliputihal hal sebagai berikut: membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat, endapan atau tumbuhan lain yang menempel; mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau tanaman yang pertumbuhannya baik;  memperbaiki konstruksi yang rusak seperti jangkar tercabut, atau tali-tali lepas atau putus.
Panen dan penanganan hasil panen yang tidak sempurna akan menurunkan kualitas produksi rumput laut. Untuk itu panen dan pascapanen harus dilakukan dengan baik untuk memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut.Panen sebaiknya dilakukan setelah rumput laut berumur 45 hari pemeliharaan pada cuaca yang cerah agar kualitasnya terjamin.
Pemanenan rumput laut sangat tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk mendapatkan bibit, pemanenan dilakukan pada umur 25– 35 hari. Kalau ingin mendapatkan kualitas tinggi dengan kandungan Karaginan banyak, panen dilakukan pada umur 45 hari(umur ideal) Pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara : Pertama memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat  bibit, namun perlu waktu lama. Disisi lain, sisa-sisa tanaman rumput laut yang tidak ikut dipanen pertumbuhannya lambat, sehingga kualitasnya rendah.  Kedua, mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang  singkat. Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong tali. Kelebihan cara ini adalah, dapat melakukan penanaman kembali dari bibit-bibit rumput laut yang masih mudah dengan laju pertumbuhan tinggi.

4.2.2. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut
Dalam usaha budidaya rumput laut yang berada di Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Grupuk menggunakan modal usaha = Rp. 2.510. 000,-, menghasilkan harga penjualan sebesar Rp.3.000.000,- persiklus penjualannya. Dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 490. 000,- yang didapatkan dari rumus “Laba (Keuntungan) = Harga jual – (Biaya penyusutan + Biaya variabel)”. Selanjutnya menghitung Break Event Point (BEP) untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Di peroleh nilai BEP unit adalah 750 kg, artinya volume penjualannya harus di tambah sebanyak 750 kg agar perusahaan tersebut tidak rugi, dan BEP (Rp.) adalah 2.512.908. Untuk mengetahui nilai keuntungan suatu perusahaan maka di hitunglah nilai ROI dengan rumus ‘’Laba / modal usaha’’. Nilai ROI didapatkan 16,3%, perusahaan tersebut hanya menghasilkan keuntungan sebesar 16,3%. Benefit Cost Ratio (B/C) digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu jenis usaha harus di produksi pada musim berikutnya. B/C menentukan kelayakan suatu usaha. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai B/C adalah 1,2, artinya usaha budidaya rumput laut ini layak untuk dilakukan dan juga memperoleh keuntungan karena berdasarkan ketentuan apabila nilai B/C adalah 1, berarti usaha tersebut belum mendapat keuntungan karena impas. Jika nilainya lebih dari 1 berarti usaha tersebut layak untuk dilakukan dan memperoleh keuntungan dan sebaliknya jika nilai B/C kurang dari 1, berarti usaha tersebut tidak layak dan mengalami kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar maka seharusnya perusahaan melakukan pengontrolan terhadap biaya variabelnya yaitu upah karyawa dibayar secara harian tergantung pada porsi pekerjaannya, mengurangi karyawan tetap dan memperbanyak karyawan yang bersifat harian atau karyawan lepas, memperbaiki kualitas dari rumput laut tersebut sehingga dapat meningkatkan harga penjualannya.

4.2.3. Analisis Karaginan
Suryaningrum (2005), menjelaskan karaginan dibedaka berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 3-4% (food Chemical Codex, 1974). Dalam dunia perdagangan karaginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan lamda karaginan. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan digunakan sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
Rata-rata berat karaginan yang dihasilkan oleh E.cottonii adalah 1,1975 gram, sedangkan rata-rata berat karaginan yang dihasilkan oleh E.spinosum adalah 1,5225 gram. Angka tersebut menunjukkan kandungan karaginan pada E.spinosum lebih banyak dibandingkan dengan E.cottonii. Dengan demikian persentasi randemen rumput laut E.spinosum lebih tinggi dari E.cottonii
            E.cottonii menghasilkan kappa-karaginan karena E.cottonii menghasilkan gel yang kuat (rigid) sehingga bentuk olahan yang dihasilkan berupa dodol, sedangkan E.spinosum menghasilkan iota-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk sehingga hasil olahan makanan berupa jelly.
Kelarutan karaginan didalam air dipengaruhi beberapa faktor diantaranya temperatur, senyawa organik, garam yang larut dalam air, dan tipe karaginan itu sendiri. Daya kelarutan karaginan dengan medium air panas adalah untuk kappa-karaginan akan larut diatas 60 0C begitu juga dengan iota-karaginan yang larut pada suhu 60 0C. Medium air dingin, untuk kappa-karaginan akan larut dalam garam natrium dan tidak larut dalam garam K dan garam Ca, sedangkan untuk iota-karaginan akan larut dalam garam Na dan garam Ca memberi dispersi thixotropic (Moraino, 1977).
Umumnya karaginan dapat melakukan interaksi dengan makro molekul yang bermuatan, misalnya protein, sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan penyaringan stabilisasi. Hasil interaksi dari karaginan protein tergantung pada pH isolestrik dari protein. Struktur kappa-karaginan dan iota-karaginan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan tiga dimensi atau gel.
Bila larutan dipanaskan, kemudian didinginkan sampai dibawah suhu tertentu, kappa-karaginan dan iota-karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible (gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali) pada konsentrasi serendah 0,5%, asalkan kation tersedia dalam sistem tersebut. Pada konsentrasi kalium (KCl) lebih tinggi, kekenyalan gel karaginan akan meningkat. Ion kalium juga mempunyai pengaruh meningkatkan suhu cair dari suhu gelasi dari karaginan. Bila kation tersebut dihilangkan maka karaginan tidak lagi mampu membentuk gel.





















BAB V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan adalah :
1.      Cara-cara melakukan budidaya rumput laut meliputi pemilihan lokasi yang memiliki dasar perairan berkarang, tingkat kejernihan air yang tinggi, terhindar dari ombak yang kuat, dan lain-lain.  Ketersediaan bibit yang berkualitas baik agar dapat tumbuh sehat Metode budidaya yang dilakukan adalah metode longline atau rawai karena fleksibel dan biaya yang dikeluarkan relatif murah. Pemeliharaan dengan membersihkan kotoran yang menempel pada bagian thallus. Dan pemanenan dilakukan setelah pemeliharaan 45 hari.
2.      Cara mengekstrak karaginan dalam skala rumah tangga yaitu dengan metode alkohol sehingga mampu memproduksi karaginan Euchema spinosum yang menghasilkan iota-karaginan dan Euchema cottonii yang menghasilkan kappa-karaginan.
3.      Usaha budidaya rumput laut di Balai Budidaya Laut stasiun Grupuk mengalami keuntungan yang sangat kecil dengan persentasi 16,3% dan nilai B/C adalah 1,2, tetapi usaha ini tetap layak untuk dilaksanakan tetapi harus memperbaiki kualitas rumput lautnya untuk meningkatkan harga penjualannya.












DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J., S. Irawati dan Kusmiyati. 1996. Potensi dan Manfaat Rumput Laut Indonesia dalam Bidang Farmasi. Makalah Seminar Nasional Indonesia tentang Rumput Laut. Jakarta, [31 Juli 1996].
Anggadiredja, J., A. Zatnika, H. Purwanto dan S. Istini. 2008. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anonim. 1977. Prospek Penyebaran Rumput Laut di Perairan Indonesia. Harian Pedoman Rakyat. Makassar. [Edisi 09 Maret 1977].
Anonim. 2012. Klasifikasi Rumput Laut. http://www.insinc.to/edible.htl. [04 Juni 2012].
Indriani, H., dan E. Sumiarsih. 1994. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi, K. M. G. H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
 Kordi, K. M. G. H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Lily Publisher. Yogyakarta.
Radiarta, Prihadi, Saputra, Haryadi dan O. Johan. 2007. Penentuan Lokasi Budidaya Rumput Laut (Euchema spp) Berdasarkan Parameter Lingkungan di Perairan Kecamatan Moro, Provinsi Kepulauan Riau . Jurnal Riset Akuakultur, 2(3) : 319-328.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryaningrum. 2005. Studi Pembuatan Edible Film dari Karaginan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(4) : 1-13.
Utojo. 2007. Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan, Rumput Laut, dan Tiram Mutiara yang Ramah Lingkungan. Jurnal Riset Akuakultur. 2(3) : 303-318.
Zatnika, A. 1993. Prospek Industri dan Proses Produksi Carrageenan. Majalah Techner, No.10 Tahun II. Jakarta : 42-45


Tidak ada komentar:

Posting Komentar