Jumat, 07 Desember 2012

NutRisi_Laporan Fitri


BAB I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi kebutuhan dari ikan tersebut. Pemberian pakan yang sesuai akan menghindarkan ikan dari berbagai serangan penyakit, khususnya penyakit nutrisi. Penyakit nutrisi ini biasanya menyerang ikan yang hanya diberi pakan sembarangan tanpa memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Penyakit nutrisi dapat dihindari dengan pemberian kombinasi pakan alami dan pakan buatan dengan komposisi yang lengkap. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas pakan yang diberikan. Pakan yang sudah busuk atau pakan buatan yang kadaluarsa (tengik/berjamur) dapat menyebabkan ikan menjadi sakit.
Bahan baku yang dapat digunakan dalam membuat pakan buatan ada beberapa macam. Dalam memilih beraneka macam bahan baku tersebut harus dipertimbangkan beberapa persyaratan. Persyaratan pemilihan bahan baku ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu persyaratan teknis dan persyaratan sosial ekonomis. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah : mempunyai nilai gizi tinggi, tidak mengandung racun, sesuai dengan kebiasaan makan ikan, bahan baku yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan di alam, hal ini dapat meningkatkan selera makan dan daya cerna ikan. Seperti diketahui bahwa berdasarkan kebiasaan makannya jenis pakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu herbivor, omnivor dan karnivor. Sedangkan persyaratan sosial ekonomis yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah mudah diperoleh mudah diolah harganya relatif murah bukan merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan saingan sedapat mungkin memanfaatkan limbah industri pertanian (Gusrina, 2008).
Untuk mengetahui tingkat mutu pakan buatan yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian. Ada 3 macam pengujian mutu pakan buatan yaitu pengujian fisik, kimiawi, dan biologis.
Pengujian fisis meliputi kehalusan bahan baku, kekerasan, daya tahan di dalam air, dan daya mengapungnya. Kehalusan bahan baku dapat di uji dengan menggilingnya lagi. Semakin halus pakan maka mutu pelet semakin baik. Pengujian kekerasan pakan dapat dilakukan dengan memberi beban pada pelet yang bersangkutan dengan suatu pemberat berbobot tertentu. Pelet yang baik mempunyai kekerasan yang tinggi, biasanya berasal dari bahan baku yang cukup halus. Pengujian daya tahan didalam air dilakukan dengan merendamnya didalam air. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pelet itu hancur maka semakin baik mutunya. Pengujian daya apung dilakukan dengan menjatuhkan pelet kedalam air didalam akuarium. Semakin lama daya apungnya maka akan semakin baik mutunya.
Pengujian kimiawi dimaksudkan untuk mengetahui kandungan zat gizi dari pakan yang bersangkutan. Kandungan gizi yang perlu diuji meliputi kadar protein, lemak, karbohidrat, abu, serat, dan kadar air. Pengujian ini hanya dapat dilakukan di laboratorium. Untuk pakan kering seperti pelet, uji kadar air sangat penting dilakukan. Hal itu disebabkan apabila kadar airnya masih terlalu tinggi maka pelet yang bersangkutan akan cepat rusak dan mudah terkena jamur.
Pengujian biologis dimaksudkan untuk mngetahui sampai seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang diberi umpan. Pakan yang kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap pertumbuhan. Apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar dicerna maka zat gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak akan banyak yang terserap oleh usus ikan.
Dengan demikian dilakukanlah praktikum ini agar dapat menghasilkan pakan buatan berkualitas baik dan dapat mempercepat pertumbuhan seta perkembangan ikan dengan nutrisi yang terkandung didalam pakan tersebut.

1.2    Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.        Untuk mengetahui persiapan bahan baku serta pembuatan pakan buatan.
2.         Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji kimia yaitu dengan pengujian lemak dan kadar air dalam pakan buatan.
3.         Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji kualitas fisik pakan buatan.
4.         Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji biologis terhadap ikan nila.

















BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Pembuatan Pakan
2.1.1 Bahan baku pakan
Jenis-jenis bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan buatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan baku hewani, bahan baku nabati dan bahan baku limbah industry pertanian. Selain ketiga jenis bahan baku tersebut untuk melengkapi ramuan dalam pembuatan pakan buatan biasanya diberikan beberapa bahan  tambahan. Jumlah bahan tambahan (feed additive) yaitu bahan makanan atau suatu zat yang ditambahkan dalam komposisi pakan untuk meningkatkan kualitas dari pakan (Anonim, 2010).
Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan. Produk yang kaya dengan protein dan mineral ini digunakan sebagai bahan baku pakan. Pengolahan ikan menjadi tepung ikan tidak sulit dilakukan. Usaha pengolahan tepung ikan dapat dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Tepung ikan dapat dibuat dengan salah satu cara berikut: Cara basah, cara kering, cara penyulingan. Bahan tepung ikan berasal dari berbagai jenis ikan laut. Akan tetapi yang paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk dikonsumsi dan harganya relative murah (Tarwiyah dkk., 2001).
                  
                       Gambar 2.1. Ikan lemuru
Ikan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dengan komposisi asam amino yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Kandungan lemak ikan tersusun atas lemak tak jenuh esensial yang penting untuk tubuh. Ikan juga merupakan sumber vitamin serta mineral yang meliputi kalsium, besi, seng, selenium dan yodium (Muchtadi dan Sugiono, 1992).
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Tirhoprodjo, 1983).
                    
                              Gambar 2.2. Biji jagung
Terdapat 2 jenis Jagung yaitu: Jagung kuning mengandung protein dan energi tinggi, daya lekatnya rendah dan jagung putih mengandung protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan, sehingga jarang digunakan. Asam linoleat jagung kuning sebesar 1,6%, tertinggi diantara kelompok biji-bijian (Anonim, 2000).
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin (Anonim, 2010).
                     
                       Gambar 2.3. Biji kedelai
Keuntungan dari tepung kedele adalah mengandung lisin asam amino essensial yang paling dan membuat aroma makanan menjadi  lebih sedap, penggunaannya ± 10%.Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin, dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein: 39,6%, lemak=14,3%, karbohidrat=29,5%, abu=5,4%, serat=2,8%, air=8,4% (Sutardi, 1999).
                    
              Gambar 2.4. Tepung kedelai

2.1.2 Bahan perekat pakan
Beberapa bahan yang berfungsi sebagai perekat antara lain adalah agar-agar, gelatin, tepung kanji, tepung terigu, tepung sagu. Bahan perekat sangat penting dalam pakan udang karena pakan udang harus mempunyai ketahanan yang tinggi agar tidak cepat hancur dalam air. Tepung tapioca atau tepung kanji merupakan perekat yang paling baik. Bahan ini akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer jika dilakukan dalam air panas. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh bobot ramuan (Mudjiman, 2004).
Tepung tapioka sebagai perekat (gelatinisasiagar)terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga mempermudah pencetakan, penampakan pelet menjadi kompak, tekstur dan kekerasannya bagus,.Pakan menjadi lebih lunak mudah dicerna, menciptakanaroma pakan , penggunaannya cukup 10% (Anonim, 2000).
                       
                          Gambar 2.5. Tepung tapioka

2.1.3   Proses pembuatan pakan
Secara garis besar, proses pembuatan pakan ikan meliputi tahapan kegiatan pengecilan ukuran, premixing, pencampuran, pencetakan, penjemuran, pengemasan, dan penyimpanan. Proses – proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisional, memperbaiki nilai organoleptik, menekan biaya produksi, memudahkan konsumen, dan memperpanjang umur simpan (Djunaidah, 1984).
·         Komposisi Pakan
Berdasarkan aspek nutrisi dan kimiawi, pakan ikan harus mempunyai kandungan nutrien yang lengkap, seimbang komposisinya, dan sesuai dengan kebutuhan ikan yang dibudidayakan. Selain itu, ukuran, bentuk, warna, aroma, tekstur, daya apung, dan daya tahan pakan buatan didalam air perlu disesusikan dengan kebutuhan ikan agar mendapat respon yang baik.
Penyusunan komposisi pakan juga harus disesuaikan dengan tujuan penggunaanya. Selain sebagi sumber energi, pakan dapat digunakan untuk memperbaiki warna tubuh, tekstur, atau aroma daging, untuk tujuan pengobatan, mempercepat reproduksi ikan, dan lain – lain.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menentukan komposisi pakan buatan, namun cara yang paling mudah adalah dengan metode kuadrat. Metode ini didasarkan pada pembagian bahan –bahan pakan ikan menurut kandungan proteinnya. Berdasarkan kandungan proteinnya, bahan baku pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein basal dan protein suplemen. Protein basal yaitu bahan baku paklan yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%. Bahan baku ini juga sering disebut suplemen energi. Protein suplemen yaitu bahan baku pakan yang mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20% (Suhardjo, 1992).
·         Pembuatan Pakan
1.      Penghalusan
Bahan baku yang dibeli di pasar biasanya masih agak kasar sehingga perlu dihaluskan dan di ayak terlebih dahulu. Tujuan utama pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam. Bahan baku yang halus, selain mudah dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan karena sering menyumbat kerongkongan hatau saluran pencernaan.
Gambar 2.6. Penghalusan bahan baku
Selain itu juga, dengan pengecilan ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar sehingga kontak dengan enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus ) akan bertambah besar pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap oleh tubuh ikan juga semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar bahan baku pakan tidak terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan pleh ikan.
Keuntungan lain dari proses penghalusan bahan baku pakan adalah panas yang ditimbulkan selama penghalusan dapat menginaktifkan beberapa senyawa toksik atau antinutrien. Pengurangan kadar air bahan baku selama proses penghalusan juga aka meningkatkan stabilitas bahan baku tersebut dalam mempermudah penyimpanan dan mempermudah penanganan selama proses pencampuran serta pencetakan.
Penghalusan bahan baku pakan akan menyebabkan bidang kontak bahan baku dan oksigen di udara bertambah luas sehingga meningkatkan laju oksidasi. Kondisi ini akan lebih buruk apabila dalam bahan pakan tersebut ditambahkan lo0gam-logam yang bersifat katalis, seperti Ze, Fe, dan Zn. Selain itu, gesekan dan panas yang ditimbulkan oleh mesin penghalus dapat merusak nutrien thermolabile (vitamin A, vitamin C, PUFA, dan beberapa asam amino). Untuk mencegah penurunan kualitas bahan akibat reaksi oksidasi, dapat ditambahkan antioksidan (Mudjiman, 2004).
2.      Pencampuran Bahan Baku
Pencampuran bahan baku dimaksudkan agar seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama seperti komposisi yang telah direncanakan. Baha baku yng jumlah dan sifatnya bevariasi sering kali menimbulkan masalah dalam proses pencampuran. Semakin kecil dan seragam ukuran bahan baku pakan,semakin tinggi kemungkinan terbentuknya campuran yang homogen. Komponen esensisl (misalnya vitamin, mineral, dan obat) mempunyai diameter sangat halus (mm) sehingga dapat dapat tercampur secara homogen dengan bahan baku lainnya.
Bahan baku yang relatif halus lebih memungkinkan terbentuknya campuran yang homogen. Bahan baku yang bersifat halus relatif tidak stabil dan memiliki muatan elektrostatik. Muatan yang dimilikinya menyebabkan partikel-partikel halus halus lainnya akan melekat sehingga terkonstentrasi di sekitar partikel bermuatan tersebut. Pencampuran bahan dilakukan secara bertahap, mulai dari bahan yang volumenya kecil hingga yang besar.
Gambar 2.7. Pencampuran bahan baku
Komponen yang berwarna sebaiknya di campur tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai indikator homogenitas. Bahan baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung lemak sebaiknya dicampurkan setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah tercampur rata. Partikel bahan yang berbentuk cairan dan bahan yang banyak mengandung lemak mempunyai kecenderungan menarik partikel lain untuk membentuk partikel baru yang berukuran relatif lebih besar. Apabila kedua bahan baku tersebut dicampurkan terlebih dahulu, campuran yang dihasilkan tidak akan homogen. Proses pencampuran bahan baku pakan dapat dilakukan dengan tangan. Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil yang lebuh rata sebaiknya digunakan mesin pencampur (mixer), baik berupa mixer vertikal maupun mixer horisontal (Mudjiman, 2004).
3.      Pencetakan
Pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk dan ukuran pakan buatan bermacam –macam , diantaranya emulsi atau suspensi, pasta, lempengan (flake), remah (crumble), dan pelet.  Mula-mula, kedalam campuran pakan ditambahkan air sebanyak 35-40% dari bobot total pakan yang akan akan dibuat pakan. Air yang digunakan harus mendidih agar diperoleh pakan dengan daya rekat yang lebih baik. Campuran diaduk hingga menjadi adonan yang benar – benar rata.
Pembuatan adonan pakan ini juga dapat dilakukan dengan memasak atau mengukus (memberi uap panas) bahan baku tersebut sehingga terjadi proses gelatinisasi. Cara lain adalah melakukan proses gelatinisasi terhadap sumber karbohidrat (binder) yang digunakan terlebih dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan baku lainnya.
Gambar 2.8. Proses pemasakan pakan
Selanjutnya, adonan dimasukkan kedalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran pelet yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat penggiling daging (meat grinder). Akan tetapi, apabila jumlah pakan yang akan dibuat cukup banyak, sebaiknya menggunakan mesin khusus pencetak pelet yang digerakan oleh tenaga listrik. Peralatan pencetak pelet yang umum digunakan memiliki kemampuan untuk mencetak pelet dengan ukuran 0,79 mm atau lebih besar sehingga kurang efektif untuk membuat pakan untuk ikan –ikan kecil (Djunaidah, 1984).
Gambar 2.9. Pencetakan pakan
Pigot (1980) menyarankan untuk menggunakan proses Dravo dalam pembutan pakan ikan berukuran kecil. Dalam proses Dravo, komponen pakan yang masih berbentuk serbuk halus homogen dimasukan kedalam tabung yang beputar pada sudut 45 derajat, sambil disemprot dengan kabut air. Kabut air yang disemprotkan kedalam tabung akan menarik serbuk halus tersebut dan membentuknya menjadi ukuran relatif kecil.  Cara lain yang dapat dilakukan untuk membuat pakan bagi ikan kecil adalah dengan menghancurkan kembali pelet yang telah dijemur hingga kering, kemudian diayak hingga diperoleh ukuran granula (crumble). Cara ini lebih mudah dibandingkan dengan membuat pakan berukuran kecil secara langsung. Granula yang dihasilkan sebaiknya berbentku bulat. Bentuk bersudut – sudut (multifaceted) yang terlalu menjorok keluar dan tajam dapat menyebabkan partikel granula tersebut tersangkut di kerongkongan atau saluran pencernaan ikan.
Pakan buatan yang berukuran relatif kecil apabila ditebarkan kedalam kolam budi daya akan mengalami proses pencucian (leaching) yang relatif tinggi. Proses pencucian ini dapat dihambat dengan memberikan lapisan dari bahan gelatin atau dengan menyemprotkan lemak keseluruh permukaan pakan. Selama proses pembuatan pakan akan terjadi peningkatan kadar air akibat penambahan air panas
( 35 – 40 % ) atau perebusan / pengukusan ( 4 - 6%). Namun, hal ini perlu dilakukan untuk membuat bahan baku menjadi lebih kompak karena proses adhesi dan mempermudah proses pencetakan pelet. Selama proses pencetakan pelet akan terjadi kompresi dan ekstrusi yang dapat menikkan suhu bahan baku pakan dari 80 – 90o C menjadi 92o C dengan kadar air 17 – 18 %. Proses ekstrusi menghasilkan tekanan dan suhu tinggi sehingga akan menghasilkan pelet yang mampu terapung  (Floating pellet) di permukaan air. Peningkatan suhu yang terjadi selama proses gelatinisasi dan pencetakan pelet dapat merusak komponen pakan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi (Thermolabile ) untuk mengatasi hal tersebut, bahan – bahan yang tidak tahan terhadap panas dapat ditambahkan secara berlebihan atau ditambahkan setelah proses pencetakan selesai (Zuheid, 1990).
4.      Pengeringan
Pelet yang dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan alat pengering khusus ( dryer ). Proses pengeringan pakan buatan dengan menggunakan pengering khusus lebih menguntungkan sebab tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, lebih bersih, dan lebih cepat. Namun, produsen pakan buatan beskala kecil jarang menggunakan alat pengering khusus, alat pengering dapat berupa pengering horizontal dan dapat berupa pengering vertikal.
Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi (Aw) kurang menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena akan terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang telah kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm. Pelet kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang sebagai pakan cadangan (Djunaidah, 1984).
5.      Pengemasan Pakan Buatan
Pada prinsipnya, pengemasan pakan buatan dimaksudkan untuk melindungi pakan tersebut dari kerusakan fisika, kimia, klimatis serta serangan mikroba dan serangga selama pengangkutan atau penyimpanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sifat bahan pengemas sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut : mampu melindungi pakan buatan dari sumber cahaya, mempunyai permaebilitas yang rendah terhadap gas dan uap air, tidak bereaksi dengan pakan dan tidak mencemari pakan, cukup kuat sehingga dapat melindungi pakan terhadap serangan mikroba, serangga, atau binatang pengerat (Zuheid, 1990).


6.      Penyimpanan Pakan Buatan
Penyimpanan pakan buatan harus dilakukan sedemikian rupa agar pada saat digunakan kualitasnya tiadak banyak berubah. Ada dua faktor utama yang berpengaruh terhadap proses kerusakan pakan buatan selama penyimpanan yaitu faktor internal damn faktor eksternal. Faktor internal utama adalah Aw (aktivitas Air) dan proses oksidasi. Sementara faktor eksternal antara lain suhu, kelembapan relatif, cahaya, dan kandungan oksigen. Jenis kerusakan/perubahan pakan buatan yang biasanya terjadi selama penyimpanan antara lain : kerusakan fisik karena pencucian, api, dan binatang pengerat, kerusakan klimatis, kerusakan oleh serangga, kerusakan oleh mikroba dan akibat proses kimiawi
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menghambat proses kerusakan pakan selama penyimpanan adalah menurunkan kadar air atau Aw pakan serendah mungkin. Selain itu, wadah penyimpanan harus memenuhi persyaratan fisik sehingga dapat mengendalikan suhu, kelembapan relatif, cahaya, dan kandungan oksigen dengan baik. Kondisi lingkungan penyimpanan yang baik adalah ruangan yang kering dan dingin dengan sirkulasi udara yang baik, tanap cahaya yang berlebihan. Selain itu, suhu diseluruh ruang peyimpanan harus di usahakan relatif sama. Suhu yang relatif tingga, terutama dipojok – pojok ruangan, merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan serangga dapat menimbulkan pemanasan setempat ( local healting ) sehingga memungkinkan terjadinya migrasi air (Mudjiman, 2004).

2.2. Pengujian Mutu Pakan
2.2.1. Uji fisik
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet di dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Hal ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, 2010).
                         Gambar 2.10. Uji coba pakan secara fisik
Pelet yang baik adalah pelet yang memiliki ukuran panjang dan diameter disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan di beri makan (sesuai dengan bukaan mulut ikan), ukuran pelet berkisar antara 3 – 3,5 mm. selain ukuran pelet, tesktur pakan juga merupakan factor fisik lain yang penting. Tesktur adalah tingkat kehalusan bahan baku sebelum diramu. Pakan yang baik terbuat dari bahan baku yang berbentuk tepung halus atau setidak-tidaknya berupa tepung yang lolos saring dari ayakan (Anonim, 2011).

2.2.2. Uji kimia
Uji secara kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat pakan sesuai dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna bagi konsumen dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji pakan secara kimia meliputi : uji kadar air, uji kadar protein, uji kadar lemak, kadar Serat kasar, dan kadar abu (Gusrina, 2008).
Uji kadar air, kadar air yang baik untuk pellet/pakan buatan adalah kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat. Prinsip pengujian kadar air dilaboratorium adalah bahan makanan (pellet) dipanaskan pada suhu 105 – 110 oC, dengan pemanasan tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan untuk melakukan uji kadar air adalah oven dan peralatan gelas (Kordi, 2007).
                       
                  Gambar 2.11. Uji kadar air pakan
Untuk menurunkan kadar air suatu bahan, secara konvensonal dimanfaatkan sinar matahari, karena praktis dan murah, juga masih merupakan plihan walaupun saat ini telah dikenal berbagai cara pengeringan secara moderen. Menurut FAO di negara-negara berkembang sekitar 225 juta ton hasil-hasil pertanian seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dikeringkan secara alamiah dengan cara penjemuran (Maliyati, 1992).
Uji kadar lemak, kadar lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan. Prinsip pengujian kadar lemak adalah bahan makanan akan larut di dalam petrelium eter disebut lemak kasar. Uji ini menggunakan alat yang disebut Soxhlet (Kordi, 2007).
                         Gambar 2.12. Uji kadar lemak pakan

2.2.3. Uji biologis
Uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya (Gusrina, 2008).
Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Purnomo, 1992).
Dilihat dari kebiasaan makannya, nila termasuk jenis omnivora, yaitu pemakan tumbuhan dan hewan. Jenis makanan yang dibutuhkan tergantung umurnya. Pada stadia larva pakan utamanya adalah alga bersel tunggal crustacea kecil dan benthos. Ukuran benih sampai fingerling lebih menyukai zooplankton. Sedangkan ukuran pembesaran menyukai pakan buatan (Sudjana, 1988).
Pelet dengan kandungan protein 25% sudah cukup untuk pertumbuhan optimal nila. Sedangkan untuk memacu pertumbuhan nila budidaya dibutuhkan pakan dengan kandungan protein 25 – 27% sudah cukup baik untuk memacu pertumbuhan nila (Kordi, 2010).




BAB III.  CARA PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Persiapan bahan baku pakan dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 November 2011 di Jalan Pariwisata Banteng No.21 A Mataram. Penggilingan bahan baku dilaksanakan pada tanggal 19 November 2011 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram Kecamatan Narmada. Pembuatan pakan dilaksanakan pada tanggal 20 November 2011 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pengujian fisik dan kimia mutu pakan dilaksanakan pada tanggal 24 November 2011 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pengujian biologis pakan dilaksanakan pada tanggal 25 November sampai 9 Desember 2011 di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

3.2.  Alat dan Bahan Praktikum
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :       
1.      Kompor digunakan untuk memasak atau mengukus bahan baku ikan lemuru.
2.       Panci digunakan sebagai wadah untuk meletakkan bahan baku ikan lemuru.
3.      Mesin penggiling digunakan untuk menghaluskan bahan baku menjadi tepung.
4.      Timbangan digunakan untuk menimbang bahan baku.
5.      Cawan porselen digunakan untuk meletakkan sampel.
6.      Oven digunakan untuk memanaskan atau mensterilkan alat.
7.       Desikator digunakan sebagai pendingin alat.
8.      Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel.
9.      Kertas saring digunakan untuk menyaring lemak.
10.  Labu Erlenmeyer digunakan untuk pengujian lemak
11.  Akuarium digunakan untuk uji biologis terhadap pertumbuhan ikan nila.
12.   Aerator digunakan sebagai pensuplai oksigen didalam akuarium.
13.  Soxhlet extractor digunakan untuk ekstraksi dalam uji lemak.
14.  Water bath berfungsi sebagai penangas air.
15.  Mesin pencetak pellet digunakan untuk membentuk pelet.
16.   Nampan digunakan untuk mencampur bahan baku serta meletakkan pellet yang sudah jadi.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1.      Kedelai, jagung, dan ikan lemuru sebagai bahan baku pakan.
2.      Tepung tapioca sebagai bahan perekat pakan.
3.      Etanol sebagai larutan dalam pengujian sifat kimia pakan yaitu uji lemak.
4.      Air untuk memadatkan pakan
           
3.3  Prosedur Kerja
3.3.1. Persiapan bahan baku
      Cara kerja yang dilakukan dalam persiapan bahan baku ini antara lain:
1.      Disiapkan ikan lemuru sebanyak 2 kg, kedelai sebanyak 0,5 kg dan jagung sebanyak 0,5 kg.
2.      Dikukus ikan rucah selama 15 menit.
3.      Diperas ikan runcah menggunakan kain untuk mengurangi kadar air didalam ikan.
4.        Dijemur ikan runcah hingga kering.
5.      Ditimbang ikan runcah yang sudah kering dan dihitung penyusutannya,
dengan rumus :
5.      Digiling ikan runcah tersebut hingga menjadi tepung.
6.      Digiling Kedelai menjadi tepung
7.      Digiling jagung menjadi tepung

3.3.2.   Proses pembuatan pakan
       Cara kerja yang dilakukan dalam pembuatan pakan antara lain:
1.       Disiapkan bahan-bahan yang ada seperti tepung ikan, tepung jagung, tepung kedelai.
2.       Dicampurkan ketiga bahan tesebut menjadi 1 kg bahan dengan komposisi :
·         Tepung ikan 300 gram
·         Tepung jagung 350 gram
·         Tepung kedele 350 gram
3.      Dicampur ketiga bahan baku tersebut didalam nampan dan ditambahkan air sebanyak 300 ml.
4.      Dimasukkan kedalam kantong plastik.
5.   Dikukus selama 30 menit dengan suhu 1000C
6.      Dicetak pakan menggunakan alat pencetak pakan.
7.   Dijemur sampai kering

3.3.3.  Teknik analisa kadar air
       Cara kerja yang dilakukan dalam teknik ini antara lain:
1.       Ditimbang cawan porselen yang sudah dioven (1100C) dalam waktu 1 jam.
2.       Cawan porselen dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit.
3.       Dimasukkan bahan atau sampel sebanyak  ± 1 gram pada cawan porselen.
4.       Dipanaskan atau dioven dengan suhu 1100C selama 2 jam.
5.       Dipindahkan segera ke desikator, didinginkan selama 30 menit.
6.       Ditimbang cawat porselen tersebut dan dicatat beratnya.
7.       Dipanaskan kembali cawan yang berisi sampel tadi selama 1 jam dan ulangi prosedur sebelumnya sampai berat antara pengeringan tadi maksimal 0,3 mg.

3.3.4.   Teknik analisis kadar lemak
      Cara kerja yang digunkan dalam teknik ini antara lain:
1.      Dipanaskan labu ekstraksi pada oven dengan suhu 1100C selama 1 jam, didinginkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
2.      Ditimbang 3 gram bahan, dibungkus dengan kertas saring, dan dimasukkan kedalam selongsong dan soxhlet dan diletakkan pemberat diatasnya.
3.      Dimasukkan etanol 95 % kedalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa etanol dimasukkan kedalam labu.
4.      Dipanaskan labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet diatas water bath sampai cairan yang merendam bahan dalam soxhlet berwarna bening.
5.      Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga etanol menguap.
6.      Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

3.3.5. Teknik analisa fisik pakan
      Cara kerja yang dilakukan dalam uji fisik pakan ini antara lain:
A.    Pengamatan dengan indera penglihatan
1.      Diambil pakan sebanyak 100 gram secara acak dari wadah pakan kemudian disebarkan diatas kertas putih.
2.      Diamati  pakan tersebut dengan seksama kemudian dicatat hasilnya.
B. Pengujian dengan indera penciuman
1. Diambil sejumlah pakan dan didekatkan pakan tersebut ke hidung dan dicatat hasilnya.
C. Pengujian dengan indera pengecap
1. Diambil sedikit pakan dan diletakkan di lidah untuk dikecap dan di rasa.
2. Dicatat rasa pakan tersebut.
D. Pengujian daya tahan pakan dalam air
1. Dimasukkan 1 butir pakan dalam botol mineral yang berisi air dan diaerasi. Diaktifkan stopwatch sejak pertama kali pakan menyentuh air.
2. Setiap 30 menit, diguncangkan botol mineral dengan lembut beberapa kali.
3. Dicatat pada menit keberapa pakan tersebut akan hancur.
4. Dilakukan 2 ulangan dalam pengujian ini dan dihitung rata-ratanya.
E. Pengujian daya apung
1. Ditaruh beberapa pakan diatas permukaan air dan dilepaskan.
2. Dibiarkan pakan hingga akhirnya jatuh ke dasar.
3. Dicatat lama waktu pakan mengapung.
4. Dihitung rata-rata lama waktu mengapung setiap butir pakan.

3.3.5. Teknik analisa biologi pakan
Cara kerja yang dilakukan dalam uji biologis pakan ini antara lain:
1. Ikan yang digunakan adalah ikan nila ukuran 6-8 cm sebanyak 4 ekor.
2. Ditimbang berat ikan dan dihitung rata-ratanya.
3. Dimasukkan ikan tersebut kedalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerator.
4. Ditimbang jumlah pakan berdasarkan berat total tubuh ikan nila sebanyak 5% dari berat tubuhnya.
5. Diberikan pakan tersebut dua kali sehari pada pukul 09.00 dan 16.00.
6. Setiap 2 hari sekali akuarium disifon dan setiap 4 hari sekali dilakukan pergantian air secara total.
7. Dilakukan penimbangan pada hari ke tujuh, ditimbang berat ikannya, dan dihitung kembali jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan berat tubuh ikan.
8. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 21 hari.






BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil Praktikum
Tabel 4.1. Penyusutan Tepung Ikan
Kelompok
Berat ikan
Sebelum menjadi tepung
Setelah dijemur
Penyusutan
(%)
I
II
III
IV
2 kg
2 kg
2 kg
2 kg
400 g
600 g
600 g
500 g
80
70
70
75

Tabel 4.2. Data organoleptik indera penglihatan

No

Kelompok

Perlakuan
Pengukusan
Ada tidak nya benda lain
Tingkat kehalusan permukaan butiran
Warna pakan
Morfologi pakan
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
Tidak ada
Kurang halus
Berbintik-bintik coklat keputihan
Memiliki lubang permukaannya
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
Tidak ada
Kasar
Berbintik-bintik coklat keputihan
Memiliki lubang permukaannya
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
Tidak ada
Halus dan kasar tidak merata
Berbintik-bintik coklat keputihan
Memiliki lubang permukaannya
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
Tidak ada
Halus dan kasar tidak merata
Berbintik-bintik coklat keputihan
Memiliki lubang permukaannya
Tabel 4.3. Data organoleptik indera penciuman
No
Kelompok
Perlakuan
Pengukusan
Aroma
Bau Tengik
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
Aroma khas yang kuat
Tidak ada bau tengik
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
Aroma khas yang kuat
Tidak ada bau tengik
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
Aroma khas yang kuat
Tidak ada bau tengik
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
Aroma khas yang kuat
Tidak ada bau tengik

Tabel 4.4. Data organoleptik indera pengecapan
No
Kelompok
Perlakuan
Pengukusan
Rasa
Butiran Pakan
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
Tidak terasa gatal dilidah
Terasa lembut/mudah patah
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
Tidak terasa gatal dilidah

Terasa ada seperti pasirnya
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
Terasa gatal dilidah
Terasa lembut/mudah patah
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
Terasa gatal dilidah
Terasa lembut/mudah patah

Tabel 4.5. Data analisa daya tahan pakan dalam air

No

Kelompok

Perlakuan
  Pengukusan
Daya Tahan
Pakan (menit)

Pakan Hancur
Pakan Patah
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
3 Jam 6,5 Menit
1 Jam 13 Menit
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
35 Menit 30 Detik
18 Menit 10 Detik
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
7 Jam 7 Menit
4 Jam 52 Menit
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
6 Jam 50 Menit



1 Jam 33 Menit
No
Kelompok
Perlakuan
Perebusan
Pakan Hancur
Pakan Patah
5
VII
I :  K   : J
30 : 35 : 35
1 Jam 21 Menit
33 Menit 3 Detik

Tabel 4.6. Data analisa daya apung pakan dalam air
No
Kelompok
Perlakuan
Pengukusan
Daya Apung
Pakan (menit)

Lama Apung
Saat Tenggelam
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
2,67 Jam 17,3 Menit
3,67 Detik
2,67 Jam 17,67 Menit
3,67 Detik
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
5 Menit 1 Detik
5 Menit 3 Detik
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
1 Jam 24 Menit
17 Detik
1 Jam 24 Menit
18 Detik
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
2 Jam 47 Menit
44    Etik
2 Jam 47 Menit
47    etik

No
Kelompok
Perlakuan
Perebusan
Lama Apung
Saat Tenggelam
5
VII
I :  K   : J
30 : 35 : 35
24 Menit 18 Detik
24 menit 19 detik

Tabel 4.7. Data analisa kimia pakan kadar air dan kadar lemak
No
Kelompok
Perlakuan
Pengukusan
Kadar
Air
(gram)


Rata-rata
Kadar
Lemak
(gram)
1
2
3
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30
4,82%
6,92%
4,63%
5,45%
16,19%
2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
12,30%
11,12%
11,13%
11,52%
17%
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
10,10%
9,75%
9,38%
9,75%
17,53%
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
10,4%
10,48%
-
10,44%
17,3%


No
Kelompok



Perlakuan
Perebusan

1

2

3
Rata-rata
Kadar
Lemak
(gram)
5
V
I :  K   : J
50 : 20 : 30
3,82%
5,57%
3,51%
4,08%
23,64%
6
VI
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
7,95%
1,28%
8,87%
6,03%
15,97%
7
VII
I :  K   : J
30 : 35 : 35
8,3%
-
7,9%
8,1%
18,9%
8
VIII
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
7,4%
7,6%
-
7,2%
22,1%

Tabel 4.8.  Data pertumbuhan ikan
No
Kelompok
Perlakuan
Pengukusan
Berat
Rata-rata
Ikan
(gram)
Pertumbuhan Berat Mutlak
(gr)
Awal
Akhir
1
I
I :  K   : J
50 : 20 : 30



2
II
I  :  K  :  J   : T
50 : 20 : 27 : 3
19,98
22,37
2,39
3
III
I :  K   : J
30 : 35 : 35
13,35
17,98
4,63
4
IV
I  :  K  :  J   : T
30 : 30 : 37 : 3
21,67
21,99
0,32
No
Kelompok
Perlakuan
Perebusan



5
VII
I :  K   : J
30 : 35 : 35
21,93
25,48
3,55



4.2  Analisis Data
a.      Penyusutan tepung ikan
      Diketahui : Berat ikan sebelum dikukus (Berat awal)     : 2 kg = 2000 g
            Berat ikan setelah dikeringkan (Berat akhir) : 600 g
      Ditanya :   Persentase penyusutannya ?
      Jawab :     

                Penyusutan :  

b.      Persentase kadar air
       Diketahui :Ulangan 1 : Berat sampel (A)          = 1,0141 g
                                 Berat awal cawan (B)  = 14,5277 g
                                 Berat akhir cawan (C)  = 15, 4393 g
            Ulangan 2 :  Berat awal cawan (D)  = 1,0221 g
                                 Berat sampel (E)         = 13,7569 g
                                Berat akhir cawan(F)  = 14,6793 g
            Ulangan 3 : Berat awal cawan (G)  = 1,0230 g
                                Berat sampel (H)         = 13,7002 g
                                Berat akhir cawan(I)   = 14,6272 g
Ditanya : Persentase kadar air pakan ?
·         Ulangan 1
Kadar air (%) =  (A+B)-C x 100%
                               A
                      = (1,0141 + 14,5277) – 15,4393 x 100%
                                               1,0141
                     = 15,5418 – 15,4393  x 100%
                               1,0141
                     =  0,1025  x 100 %
                         1,0141
                      = 10,12%
·         Ulangan 2
Kadar air (%) =  (D+E)-F x 100%
                               D
                      = (1,0221 + 13,7569) - 14,6793   x 100%
                                           1,0221
                     = 14,779 – 14,6793 x 100%
                                 1,0221
                     = 0,0997  x 100%
                        1,0221
                     = 9,75%
·         Ulangan 3
Kadar air (%) =  (G+H)-I x 100%
                               G
                      = (1,0230 + 13,7002) - 14,6272 x 100%
                                           1,0230
                     = 14,7232 – 14,6272 x 100%
                                 1,0230
                     = 0,098  x 100%
                        1,0230
                     = 9,38%
·         Rata-rata kadar air
                      = U1+U2+U3
                                  3
                      = 10,12% + 9,75% + 9,38%
                                             3
                      = 29,25%
                             3
                      = 9,75%
Jadi rata-rata kadar air dalam pakan dengan komposisi Ikan : jagung : kedelai = 300 : 350 : 350 gram adalah 9,75%.

c.       Persentase kadar lemak
 Diketahui : Berat sampel pakan (A) = 3,0798 gr
              Berat awal labu (B)        = 277,75 g
               Berat akhir labu (C)       = 278, 29 g
Ditanya : Persentase Kadar Lemak Dalam Pakan?
Jawab :
            Kadar lemak (%) = C - B x 100%
                                               A
                                        = 278,29 - 277,75 x 100%
                                                   3,0798
                                        =     0,54       x 100%
                                             3,0798
                                        = 17,534%
Jadi kadar lemak dalam pakan dengan komposisi Tepung ikan : tepung jagung : tepung kedelai = 300 : 350 : 350 gram adalah 17,534%

d.      Pertumbuhan Ikan Nila
Diketahui : Wo : 13,35 g
                         W1 : 15,65 g
                         W2 : 17,78 g
Ditanya : Pertumbuhan Berat Mutlak?
Jawab :     Pertumbuhan Berat Mutlak : Wt – Wo = 17,98 g – 13,35 g
                          = 4,63 g
4.3  Pembahasan
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dalam praktikum ini bahan baku yang digunakan berupa tepung ikan, tepung jagung, tepung kedelai, serta tepung tapioka. Tepung ikan berasal dari ikan lemuru. Bahan makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber protein bagi ikan, sedangkan sumber protein yang berasal dari tumbuhan adalah kacang-kacangan seperti kedelai. Tepung ikan mengandung 50 - 55%  nilai protein, pakan yang baik adalah pakan yang mengandung protein sebanyak 20% . Tepung jagung dan tapioka  merupakan sumber karbohidrat dalam pakan. Dalam praktikum ini, jumlah pakan yang dibuat tiap kelompok adalah 1 kg pakan dengan komposisi bahan baku yang berbeda-beda. Untuk kelompok 3 menggunakan bahan baku yaitu 300 gram tepung ikan, 350 gram tepung jagung, dan 350 gram tepung kedelai.
Pembuatan pakan terdiri dari persiapan bahan baku berupa tepung ikan yang berasal dari perlakuan yang berbeda. Perlakuannya terdiri dari cara memasak ikan lemuru tersebut dengan cara direbus atau dikukus. Untuk kelompok III perlakuan terhadap ikan lemuru dengan cara dikukus selama 15 menit. Selanjutnya diperas menggunakan kain agar kandungan air dalam tubuh ikan menjadi berkurang. Dan selanjutnya dijemur beberapa hari hingga ikan tersebut kering. Untuk ikan lemuru yang direbus terjadi kejanggalan karena pada saat penjemuran ikan lemuru terjadi pengurangan bobot ikan, yakni kurang dari 2 kg. sehingga jumlah dari ikan lemuru dengan perlakuan perebusan mengalami kekurangan. Tahapan selanjutnya adalah penghalusan. Tujuan utama pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam. Menurut Mudjiman (2004), bahan baku yang halus, selain mudah dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan karena sering menyumbat kerongkongan atau saluran pencernaan. Selain itu juga, dengan pengecilan ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar sehingga kontak dengan enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus ) akan bertambah besar pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap oleh tubuh ikan juga semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar bahan baku pakan tidak terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan oleh ikan.
Selanjutnya adalah pencampuran bahan baku dengan komposisi 300 gram tepung ikan, 350 gram tepung jagung, dan 350 gram tepung kedelai. Ditambahkan air sebanyak 300 mL untuk mempermudah pencampuran pakan. Pencampuran tersebut dimaksudkan agar seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama seperti komposisi yang telah direncanakan. Semakin kecil dan seragam ukuran bahan baku pakan, semakin tinggi kemungkinan terbentuknya campuran yang homogen (Handajani, 2010). Komponen yang berwarna sebaiknya di campur tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai indikator homogenitas. Bahan baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung lemak sebaiknya dicampurkan setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah tercampur rata. Pembuatan pakan ini juga dapat dilakukan dengan memasak atau mengukus (memberi uap panas) bahan baku tersebut sehingga terjadi proses gelatinisasi.
Pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk dan ukuran pakan buatan bermacam –macam, Adonan dimasukkan kedalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran pelet yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat penggiling daging (meat grinder). Pelet yang dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi (Aw) kurang menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena akan terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang telah kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm. Pelet kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang sebagai pakan cadangan.
Untuk mengetahui mutu atau kualitas pakan buatan dapat dilakukan dengan pengujian secara kimia, fisika dan biologi. Pada praktikum kali ini ada beberapa hal yang diuji yakni kadar air, kadar lemak, uji dari fisik pakan, serta uji biologis terhadap pakan tersebut.
Berdasarkan data pengamatan penyusutan tepung ikan yakni ikan lemuru yang semula berbobot 2 kg setelah mengalami pengukusan bobotnya menyusut menjadi 600 gram. Berarti kadar air yang hilang sebanyak 70%. Jumlah kadar air tersebut terjadi pada kelompok II dan III. Untuk kelompok I pakannya mengandung kadar air sebanyak 80% dengan nilai penyusutan pakannya menjadi 400 gram. Dan untuk kelompok IV pakan yang berat awalnya 2 kg menyusut menjadi 500 gram, artinya kadar air nya sebanyak 80%. Kisaran kadar air dalam pakan yang dikukus adalah 70 - 80%. Penyusutan ini disebabkan karena air dan minyak yang terdapat dalam tubuh ikan hilang karena panas. Kita ketahui bahwa air merupakan penyusun utama dari tubuh mahluk hidup. Tujuan dari pengukusan ini sendiri untuk menghilangi kadar air dan minyak pada tubuh ikan, agar mudah untuk digiling nantinya, mempercepat proses pengeringan, dan mengurangi pembusukan pada ikan tersebut.
Uji organoleptik pakan sangat diperlukan juga untuk mengetahui kualitas dari pakan tersebut. Uji organoleptik pakan ini dapat dilakukan dengan cara yang sederhana tanpa melalui proses pengeringan atau pemanasan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat indera. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya benda lain dari pakan selain dari bahan baku, adanya bau yang khas, rasa pakan, daya tahan pakan dalam air dan juga laju kecepatan tenggelam pakan dalam air. Pada praktikum ini menggunakan 4 buah sampel dengan 3 kali ulangan. Rata-rata dari ke 4 jenis sampel bahan tersebut menunjukan hasil yang hampir sama yakni tidak terdapat benda lain dalam bahan tersebut, warna berbintik-bintik coklat keputihan, morfologi pakannya terdapat lubang dibagian permukaannya, tetapi yang berbeda pada tiap-tiap kelompok yaitu tingkat kehalusan pada pakan. Pada kelompok 1 memiliki pakan yang kurang halus, kelompok 2 memiliki pakan yang kasar, kelompok 3 dan 4 memiliki pakan halus dan kasar tidak merata. Uji dengan indera pengecapan untuk mengetahui aroma dan bau pada pakan, rata-rata dari ke 4 jenis sampel bahan menunjukan hasil yang sama yaitu memiliki aroma khas yang kuat dan tidak ada bau tengik. Pakan tersebut juga tidak menyebabkan gatal di lidah pada sampel bahan kelompok 1 dan 2, sedangkan pada kelompok 3 dan 4 menyebabkan gatal di lidah. Butiran pakannya pada sampel kelompok 1, 3, dan 4 terasa lembut sedangkan pada kelompok 2 pakannya terasa ada pasirnya.
Pakan yang baik memiliki permukaan yang licin, halus dan tidak kasar. Pakan yang kasar menunjukan pakan mengandung serta yang sulit dicerna juga dapat pula mengandung pasir dan tanah. Selain itu pakan yang baik aromanya tidak terlalu tengik karena jika pakan aromnya terlalu tengik menunjukan pakan tersebut rusak dan mengandung jamur. Pakan ikan yang sudah dibuat harus mempunyai bau yng khas sesuai dengan keinginan ikan sehingga ikan yang mencium bau pakan ikan tersebut tertarik untuk mengkonsumsi pakan atau biasa disebut dengan daya terima ikan terhadap pakan ikan yang dibuat (pallatabilitas). Pakan ikan yang mempunyai bau yang enak akan menarik minat ikan untuk segera memakan pakan ikan tersebut. Pakan yang terasa aneh dilidah harus dihindari karena mengandung pathogen ataupun ditumbuhi jamur (Suhardjo, 1992).
Berdasarkan data pengamatan tersebut, ditinjau dari uji fisik pakan yang baik adalah pakan kelompok III dan IV.
Uji fisik terhadap pakan dapat diuji dari daya tahan pakan dalam air dan daya apung pakan tersebut. Pada praktikum ini didapatkan daya tahan pakan pada sampel pakan kelompok 1 yaitu 1 jam 13 menit mulai patah dan pada 3 jam 6,5 menit pakan dalam air mulai hancur. Sampel pakan kelompok 2 daya tahan pakan dalam air 18 menit 10 detik mulai patah dan pakan hancur pada 35 menit 30 detik. Sampel pakan kelompok 3, pakan patah pada waktu 4 jam 52 menit dan hancur pada 7 jam 7 menit. Dan kelompok 5 pakannya mulai patah pada 1 jam 33 menit dan pakan hancur dalam air pada 6 Jam 50 Menit. Daya apung pakan yang dimiliki oleh kelompok 1 yaitu 2,67 Jam 17,3 Menit 3,67 Detik, dan pakan mulai tenggelam ke dasar pada waktu 2,67 Jam 17,67 Menit 3,67 Detik. Kelompok 2 memiliki daya apung pakan yaitu 5 Menit 1 Detik dan pakan tenggelam pada 5 Menit 3 Detik. Kelompok 3 memiliki pakan yang daya apungnya 1 Jam 24 Menit 17 Detik dan pakan tenggelam pada 1 Jam 24 Menit 18 Detik. Kelompok 4 memiliki daya apung dan tenggelam pakan pada 2 Jam 47 Menit 44 detik. Dari hasil tersebut daya tahan pakan dalam air yang tertinggi adalah pada pakan kelompok 3, dan daya tahan terendah yaitu pakan kelompok 2. Sedangkan daya apung pakan yang tertinggi pada kelompok 1 dan daya apung terendah pada kelompok 2.
Menurut Handajani (2010), Daya larut pakan dalam air (water stability feed) yakni berkisar 2-3 jam. Jika daya larutnya lebih besar dari itu pakan akan sulit dicerna oleh ikan sedangkan jika daya larutnya kurang dari 2-3 jam maka pakan akan mudah pecah dan tidak dapat dimakan oleh ikan. Pada pengukuran kecepatan tenggelam pakan ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pakan tersebut dapat dimakan atau tidak oleh ikan. Pakan yang terlalu lama mengapung atau terlalu cepat tenggelam mempersulit ikan untuk dapat memakan pakan tersebut.
Pakan yang cepat tenggelam lebih cocok diberikan untuk biota dari kelas crustecea seperti udang, lobster, dan lain-lain. Karena kebiasaan mereka yang hidup didasar perairan sehingga membutuhkan pakan yang lebih cepat tenggelam.
Dari hasil pengamatan, pakan kelompok I dan IV sangat cocok diberikan pada ikan seperti ikan nila karena memerlukan waktu lebih dari 2 jam untuk pakan tersebut tenggelam. Sedangkan pakan kelompok II, III, dan VII lebih cocok diberikan pada lobster karena daya tahan dalam air kurang dari 2 jam.
Menurut Mudjiman (2004), daya apung pakan ada hubungannya dengan berat jenis (BJ) pakan. Semakin besar BJ pakan disbanding dengan BJ air (BJ air = 1) pakan yang besangkutan lebih cepat tenggelam. Apabila BJ pakan sekitar 1 maka pakan akan melayang, sedangkan jika BJ pakan lebih kecil dari 1 maka pakan akan mengapung.
Analisis untuk mengetahui kandungan air pada pakan dilakukan dengan mengeringkan pakan tersebut. Pengeringan pakan dilakukan menggunakan oven dengan suhu 110 oC. Pengeringan ini dilakukan hingga mendapat berat yang konstan dari pakan tersebut yang berarti semua air nya sudah diuapkan. Untuk menghitung persentase dari kadar air ini sendiri dengan mengukur selisih antara berat cawan akhir dikurangi berat cawan awal yang kosong dibandingkan dengan berat bahan. Sehingga didapatkan persentase dari cawan I kandungan airnya 10,10 %, cawan II 9,75 %, dan cawan III 9,38 %. Sehingga dari ketiga cawan tersebut rata-rata persentase kandungan air nya yakni 9,75 % untuk pakan yang dikukus. Sedangkan rata-rata persentase kandungan air pada pakan yang direbus yaitu 8,1 %. Persentase tersebut menunjukkan kandungan air pada pakan yang dikukus lebih banyak dengan pakan yang direbus. Karena pada saat proses penggilingan bahan baku, jumlah pakan yang direbus jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah pakan yang dikukus, selain itu yang mempengaruhi jumlah kadar air dalam pakan adalah banyaknya air yang menguap pada saat pemanasan. Untuk itu pakan tersebut kandungan airnya sudah dapat dikatakan bagus untuk digunakan sebagai pakan ikan. Menurut Widodo (2010), Pakan yang baik kandungan air nya kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat. Kandungan air yang terlalu banyak dalam pakan dapat menyebabkan pakan tersebut cepat rusak dan berjamur.
Pakan buatan dapat disiapkan dengan kadar air yang beragam. Dengan variasi kadar air tersebut maka dikenal pakan buatan kering (kadar air sekitar 10 %), lembab (kadar air antara 30 – 45 %), basah (kadar air lebih dari 50 %) atau diantara kadar-kadar ait tersebut. Pakan basah biasanya diproses dari campuran bahan-bahan segar, misalnya ikan-ikan runcah. Pakan lembab dapat berbentuk seperti bakso, kemungkinan lebih disukai ikan karena pakan lembab lebih menarik ikan-ikan dibandingkan pakan kering. Oleh karena itu, pemberian pakan lembab dapat memberikan hasil yang lebih baik. Selain itu pakan lembab juga lebih mudah disiapkan dalam skala kecil dilokasi budidaya. Kelebihan pakan kering diantaranya dapat dibuat dalam jumlah yang banyak, mudah disimpan, mudah diangkut, dan mudah diberikan pada ikan.
Untuk analisis dari uji lemak ini sendiri menggunakan sampel pakan yang komposisinya 300 gram tepung ikan, 350 gram tepung jagung, dan 350 gram tepung kedelai. Setelah mengalami pemanasan lemak dalam pakan tersebut akan terlarut dan masuk ke dalam labu. Dimana untuk mengetahui kadar lemak ini sama dengan mengukur kadar air yakni dengan mengukur selisih antara berat labu akhir dikurangi berat labu awal yang kosong dibandingkan dengan berat sampel bahan. Berat sampel bahan pada kelompok III adalah 3,0798 gram. Untuk itu didapatkan persentase kadar lemak kelompok III dengan pelakuan dikukus yaitu 17,53 %, kelompok 1 persentase kadar lemaknya adalah 16,19 %, kelompok II 17%, kelompok IV 17,3%. Dan persentase kadar lemak kelompok VII dengan perlakuan direbus adalah 18,9% . Kadar lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan tersebut. Dari hasil uji lemak tersebut, pakan buatan kelompok III, I, II, IV dan pakan buatan kelompok VII kualitasnya kurang baik karena kandungan lemaknya lebih dari 8%. Kadar protein, lemak, dan karbohidrat tergantung pada jenis ikan dan umur ikan yang akan diberi umpan.
Pengujian biologis untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang diberi umpan. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok III didapatkan pertambahan berat ikan nila yang dipelihara selama 2 minggu secara berturut-turut yaitu 13,35 g, 15,65 g, dan 17,98 g. Rata-rata penambahan berat ikan tiap minggunya adalah 2 g. Sedangkan pada kelompok II, didapatkan berat ikan nila berturut-turut yaitu  19,98 g, 20,53 g, dan 22,37 g  dan pada kelompok IV berturut-turut yaitu 21,67 g, 21,83 g, dan 21,99 g serta kelompok VII berturut-turut adalah 21,93 g, 22,28 g, 25,48 g.  Selanjutnya dihitung pertumbuhan berat mutlaknya dengan rumus Wt - Wo dan didapatkan nilainya untuk kelompok III adalah 4,63 gram, kelompok II adalah 2,93 gram, kelompok IV adalah 0,32 gram, dan kelompok VII adalah 3,55 gram. Menurut literatur, pakan yang kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap pertumbuhan. Apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar dicerna maka zat gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak akan banyak yang terserap oleh usus ikan.
Dari data diatas, pakan kelompok III merupakan pakan yang mengandung gizi cukup tinggi karena dapat dilihat dari pertumbuhan berat mutlak ikan yang mencapai 4,63 gram. Artinya pakan kelompok III mengandung bahan yang mudah dicerna dan banyak terserap oleh usus ikan dibandingkan pakan kelompok IV yang pertumbuhan ikannya hanya 0,32 gram artinya pertumbuhannya sangat lambat.
Menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh dan kondisi eksternal pakan, yang formulasinya belum mengandung sumber nutrien yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal.

                                                          





BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Penyusutan bahan baku ikan lemuru yang dikukus berkisar antara 70 – 80 %. Artinya kandungan air dalam tubuh ikan lemuru sekitar 70 – 80 % dari berat awalnya yakni 2 kg
2.      Proses pembuatan pakan meliputi persiapan bahan baku dengan komposisi tepung ikan : tepung kedelai : tepung jagung adalah 300 : 350 : 350 gram. Selanjutnya dilakukan penghalusan yang tujuannya adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam, kemudian pencampuran agar bahan baku menjadi homogen dengan penambahan 300 mL air, pakan tersebut dimasak selama 45 menit dan dicetak, pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan, dilakukan pengeringan pakan dengan cara penjemuran hingga kadar airnya mencapai 10 - 12%.
3.      Pakan yang baik memiliki permukaan yang licin, halus dan tidak kasar, aromanya tidak terlalu tengik, bau yang khas, dan pakan tidak terasa aneh dilidah.
4.      Daya larut pakan dalam air (water stability feed) yakni berkisar 2 - 3 jam. Pada kelompok I dan IV memiliki daya tenggelam lebih dari 2 jam, artinya pakan tersebut baik dan cocok diberikan pada ikan. Sedangkan pakan kelompok II, III, dan VII lebih cocok diberikan pada biota dari kelas crustecea karena kecepatan daya tenggelam pakan tersebut.
5.      Persentase kandungan air untuk pakan kelompok III yang dikukus adalah 9,75%, kelompok I adalah 5,45 %, kelompok II adalah 11,52 %, kelompok IV adalah 10,4 % dan persentase kandungan air pada pakan yang direbus kelompok VII yaitu 8,1%. Berdasarkan kandungan airnya kelima pakan tersebut merupakan pakan yang baik karena kandungan air nya kurang dari 12 %.
6.      Persentase kadar lemak kelompok III dengan pelakuan dikukus yaitu 17,53 %, kelompok I adalah 16,19 %, kelompok II yaitu 17 %, kelompok IV adalah 17,3 % dan persentase kadar lemak kelompok VII dengan perlakuan direbus adalah 18,9% . Kadar lemak dalam pakan buatan sebaiknya kurang dari 8% karenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan. Jadi semua pakan tersebut mengandung lemak yang tinggi.
7.      Pertumbuhan berat mutlak ikan nila kelompok III adalah 4,63 gram, kelompok IV yaitu 0,32 gram. Artinya pakan yang dimiliki oleh kelompok III mengandung gizi yang tinggi dibandingkan kelompok lainnya terutama pakan kelompok IV. Lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu kondisi internal ikan dan kondisi eksternal pakan.

5.2  Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Peralatan praktikum masih sangat terbatas sehingga pengujian protein, kadar abu, dan lain-lain tidak dapat dilaksanakan.
2.      Melengkapi peralatan yang belum lengkap tersebut agar pada praktikum selanjutnya dapat menguji pakan buatan berdasarkan kadar protein, kadar abu, dam lain-lain sehingga pengetahuan mahasiswa bertambah.
3.      Menambah jumlah alat-alat agar praktikum berjalan lancar.
4.      Untuk asisten praktikum Nutrisi dan Teknik Makanan Ikan saya mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada saya melalui praktikum ini. Dan juga berkat kerjasama yang baik sehingga praktikum ini berjalan lancar.





DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Tepung Tapioka Sebagai Bahan Perekat. http:// lemlit. unila. ac.id./Tapioka Sebagai Bahan Perekat.html. [Jum’at, 16 Desember 2011].

Anonim. 2010. Membuat Pakan Ikan Air Tawar. http:// lemlit. unila. ac.id./membuat pakan ikan air tawar.html. [Jum’at, 16 Desember 2011].

Anonim. 2010. Modul Program Keahlian Budidaya Ikan Membuat Pakan Ikan Buatan. http:// pijvedca.depdiknas.go.id/perikanan bdat.pdf. [Jum’at, 16 Desember 2011].

Djunaidah I.S. 1984. Makanan Buatan. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Handajani dan Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. Universitas Muhamadiyah Malang Press. Malang.

Kordi G. 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivora. Aneka Ilmu. Semarang.
Mudjiman  A. 2004.  Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pigot. 1986. Pembuatan Pakan Ikan. Kanisius. Bogor.
Suhardjo. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Kanisius. Bogor.
Sunarso. 2008. Manajemen Pakan. http:// pdf Engineer.com/manajemen pakan.pdf. [Jum’at, 16 Desember 2011].
Sudjana. 1988. Kebiasaan Makan Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi. 1999. Kandungan Tepung Kedelai Dalam Pakan Buatan. IPB. Bogor.
Tarwiyah. 2001. Bahan Baku Pakan Tepung Ikan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Tirtoprodjo S. 1983. Mengolah Bahan Baku. Trubus No.167.
Zuheid N. 1990. Biokimia Nutrisi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.