BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber
energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab
itu nutrisi yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan
memenuhi kebutuhan dari ikan tersebut. Pemberian pakan yang sesuai akan
menghindarkan ikan dari berbagai serangan penyakit, khususnya penyakit nutrisi.
Penyakit nutrisi ini biasanya menyerang ikan yang hanya diberi pakan
sembarangan tanpa memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Penyakit
nutrisi dapat dihindari dengan pemberian kombinasi pakan alami dan pakan buatan
dengan komposisi yang lengkap. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas
pakan yang diberikan. Pakan yang sudah busuk atau pakan buatan yang kadaluarsa
(tengik/berjamur) dapat menyebabkan ikan menjadi sakit.
Bahan baku yang dapat digunakan dalam membuat pakan buatan
ada beberapa macam. Dalam memilih beraneka macam bahan baku tersebut harus
dipertimbangkan beberapa persyaratan. Persyaratan pemilihan bahan baku ini
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu persyaratan teknis dan persyaratan sosial
ekonomis. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih bahan baku
untuk pembuatan pakan buatan adalah : mempunyai nilai gizi tinggi, tidak
mengandung racun, sesuai dengan kebiasaan makan ikan, bahan baku yang digunakan
sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan di alam, hal ini dapat
meningkatkan selera makan dan daya cerna ikan. Seperti diketahui bahwa berdasarkan
kebiasaan makannya jenis pakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu herbivor,
omnivor dan karnivor. Sedangkan persyaratan sosial ekonomis yang perlu
diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah mudah
diperoleh mudah diolah harganya relatif murah bukan merupakan makanan pokok
manusia, sehingga tidak merupakan saingan sedapat mungkin memanfaatkan limbah
industri pertanian (Gusrina, 2008).
Untuk mengetahui tingkat mutu pakan buatan
yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian. Ada 3 macam pengujian mutu pakan
buatan yaitu pengujian fisik, kimiawi, dan biologis.
Pengujian fisis meliputi kehalusan bahan baku,
kekerasan, daya tahan di dalam air, dan daya mengapungnya. Kehalusan bahan baku
dapat di uji dengan menggilingnya lagi. Semakin halus pakan maka mutu pelet
semakin baik. Pengujian kekerasan pakan dapat dilakukan dengan memberi beban
pada pelet yang bersangkutan dengan suatu pemberat berbobot tertentu. Pelet
yang baik mempunyai kekerasan yang tinggi, biasanya berasal dari bahan baku
yang cukup halus. Pengujian daya tahan didalam air dilakukan dengan merendamnya
didalam air. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pelet itu hancur maka
semakin baik mutunya. Pengujian daya apung dilakukan dengan menjatuhkan pelet
kedalam air didalam akuarium. Semakin lama daya apungnya maka akan semakin baik
mutunya.
Pengujian kimiawi dimaksudkan untuk mengetahui
kandungan zat gizi dari pakan yang bersangkutan. Kandungan gizi yang perlu
diuji meliputi kadar protein, lemak, karbohidrat, abu, serat, dan kadar air.
Pengujian ini hanya dapat dilakukan di laboratorium. Untuk pakan kering seperti
pelet, uji kadar air sangat penting dilakukan. Hal itu disebabkan apabila kadar
airnya masih terlalu tinggi maka pelet yang bersangkutan akan cepat rusak dan
mudah terkena jamur.
Pengujian biologis dimaksudkan untuk mngetahui
sampai seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang
diberi umpan. Pakan yang kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh
baik terhadap pertumbuhan. Apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar
dicerna maka zat gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak
akan banyak yang terserap oleh usus ikan.
Dengan demikian dilakukanlah praktikum ini
agar dapat menghasilkan pakan buatan berkualitas baik dan dapat mempercepat
pertumbuhan seta perkembangan ikan dengan nutrisi yang terkandung didalam pakan
tersebut.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui persiapan bahan
baku serta pembuatan pakan buatan.
2.
Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji kimia yaitu dengan pengujian
lemak dan kadar air dalam pakan buatan.
3.
Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji kualitas fisik pakan
buatan.
4.
Untuk mengetahui mutu pakan melalui uji biologis terhadap
ikan nila.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Pembuatan Pakan
2.1.1 Bahan baku pakan
Jenis-jenis bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan
buatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan baku hewani, bahan
baku nabati dan bahan baku limbah industry pertanian. Selain ketiga jenis bahan
baku tersebut untuk melengkapi ramuan dalam pembuatan pakan buatan biasanya
diberikan beberapa bahan tambahan. Jumlah bahan tambahan (feed
additive) yaitu bahan makanan atau suatu zat yang ditambahkan dalam
komposisi pakan untuk meningkatkan kualitas dari pakan (Anonim, 2010).
Tepung ikan
adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan. Produk
yang kaya dengan protein dan mineral ini digunakan sebagai bahan baku pakan. Pengolahan
ikan menjadi tepung ikan tidak sulit dilakukan. Usaha pengolahan tepung
ikan dapat dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Tepung ikan dapat
dibuat dengan salah satu cara berikut: Cara basah, cara kering, cara
penyulingan. Bahan tepung ikan berasal dari berbagai jenis ikan laut. Akan
tetapi yang paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai
untuk dikonsumsi dan harganya relative murah (Tarwiyah dkk., 2001).
Gambar 2.1. Ikan lemuru
Ikan memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi dengan komposisi asam amino yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh manusia. Kandungan lemak ikan tersusun atas lemak tak
jenuh esensial yang penting untuk tubuh. Ikan juga merupakan sumber vitamin
serta mineral yang meliputi kalsium, besi, seng, selenium dan yodium (Muchtadi
dan Sugiono, 1992).
Biji jagung kaya akan karbohidrat.
Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai
80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa
campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung
ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini
tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam
pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati
sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Tirhoprodjo, 1983).
Gambar 2.2. Biji
jagung
Terdapat 2 jenis
Jagung yaitu: Jagung kuning mengandung protein dan energi tinggi, daya lekatnya
rendah dan jagung putih mengandung protein dan enrgi rendah, daya lekatnya
tinggi. Sukar dicerna ikan, sehingga jarang digunakan. Asam linoleat jagung
kuning sebesar 1,6%, tertinggi diantara kelompok biji-bijian (Anonim, 2000).
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya
memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman
dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Pemanfaatan
utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta
beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin (Anonim,
2010).
Gambar 2.3. Biji kedelai
Keuntungan dari
tepung kedele adalah mengandung lisin asam amino essensial yang paling dan
membuat aroma makanan menjadi lebih
sedap, penggunaannya ± 10%.Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat
enzim tripsin, dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:
39,6%, lemak=14,3%, karbohidrat=29,5%, abu=5,4%, serat=2,8%, air=8,4% (Sutardi,
1999).
Gambar 2.4. Tepung kedelai
2.1.2 Bahan perekat pakan
Beberapa bahan yang berfungsi sebagai perekat antara lain
adalah agar-agar, gelatin, tepung kanji, tepung terigu, tepung sagu. Bahan
perekat sangat penting dalam pakan udang karena pakan udang harus mempunyai
ketahanan yang tinggi agar tidak cepat hancur dalam air. Tepung tapioca atau
tepung kanji merupakan perekat yang paling baik. Bahan ini akan menghasilkan
larutan kental yang lekat seperti lem encer jika dilakukan dalam air panas.
Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh bobot
ramuan (Mudjiman, 2004).
Tepung tapioka
sebagai perekat (gelatinisasiagar)terjadi perekatan antar partikel bahan
penyusun sehingga mempermudah pencetakan, penampakan pelet menjadi kompak,
tekstur dan kekerasannya bagus,.Pakan menjadi lebih lunak mudah dicerna,
menciptakanaroma pakan , penggunaannya cukup 10% (Anonim, 2000).
Gambar 2.5. Tepung
tapioka
2.1.3
Proses pembuatan pakan
Secara garis besar, proses pembuatan
pakan ikan meliputi tahapan kegiatan pengecilan ukuran, premixing,
pencampuran, pencetakan, penjemuran, pengemasan, dan penyimpanan. Proses –
proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisional, memperbaiki
nilai organoleptik, menekan biaya produksi, memudahkan konsumen, dan memperpanjang
umur simpan (Djunaidah, 1984).
·
Komposisi
Pakan
Berdasarkan aspek nutrisi dan kimiawi,
pakan ikan harus mempunyai kandungan nutrien yang lengkap, seimbang
komposisinya, dan sesuai dengan kebutuhan ikan yang dibudidayakan. Selain itu,
ukuran, bentuk, warna, aroma, tekstur, daya apung, dan daya tahan pakan buatan
didalam air perlu disesusikan dengan kebutuhan ikan agar mendapat respon yang
baik.
Penyusunan komposisi pakan juga harus
disesuaikan dengan tujuan penggunaanya. Selain sebagi sumber energi, pakan
dapat digunakan untuk memperbaiki warna tubuh, tekstur, atau aroma daging,
untuk tujuan pengobatan, mempercepat reproduksi ikan, dan lain – lain.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
menentukan komposisi pakan buatan, namun cara yang paling mudah adalah dengan
metode kuadrat. Metode ini didasarkan pada pembagian bahan –bahan pakan
ikan menurut kandungan proteinnya. Berdasarkan kandungan proteinnya, bahan baku
pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein basal dan protein
suplemen. Protein basal yaitu bahan baku paklan yang mempunyai kandungan
protein kurang dari 20%. Bahan baku ini juga sering disebut suplemen energi.
Protein suplemen yaitu bahan baku pakan yang mempunyai kandungan protein lebih
besar dari 20% (Suhardjo, 1992).
·
Pembuatan Pakan
1. Penghalusan
Bahan baku yang dibeli di pasar
biasanya masih agak kasar sehingga perlu dihaluskan dan di ayak terlebih
dahulu. Tujuan utama pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh
ukuran yang relatif halus dan seragam. Bahan baku yang halus, selain mudah
dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan
baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan
karena sering menyumbat kerongkongan hatau saluran pencernaan.
Gambar 2.6. Penghalusan bahan baku
Selain itu juga, dengan pengecilan
ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar sehingga kontak dengan
enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus ) akan bertambah besar
pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap oleh tubuh ikan juga
semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar bahan baku pakan tidak
terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk koloid di dalam air
sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan pleh ikan.
Keuntungan lain dari proses penghalusan
bahan baku pakan adalah panas yang ditimbulkan selama penghalusan dapat
menginaktifkan beberapa senyawa toksik atau antinutrien. Pengurangan kadar air
bahan baku selama proses penghalusan juga aka meningkatkan stabilitas bahan
baku tersebut dalam mempermudah penyimpanan dan mempermudah penanganan selama
proses pencampuran serta pencetakan.
Penghalusan bahan baku pakan akan
menyebabkan bidang kontak bahan baku dan oksigen di udara bertambah luas
sehingga meningkatkan laju oksidasi. Kondisi ini akan lebih buruk apabila dalam
bahan pakan tersebut ditambahkan lo0gam-logam yang bersifat katalis, seperti
Ze, Fe, dan Zn. Selain itu, gesekan dan panas yang ditimbulkan oleh mesin
penghalus dapat merusak nutrien thermolabile (vitamin A, vitamin C,
PUFA, dan beberapa asam amino). Untuk mencegah penurunan kualitas bahan akibat
reaksi oksidasi, dapat ditambahkan antioksidan (Mudjiman, 2004).
2. Pencampuran Bahan Baku
Pencampuran bahan baku dimaksudkan agar
seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama seperti
komposisi yang telah direncanakan. Baha baku yng jumlah dan sifatnya bevariasi
sering kali menimbulkan masalah dalam proses pencampuran. Semakin kecil dan
seragam ukuran bahan baku pakan,semakin tinggi kemungkinan terbentuknya
campuran yang homogen. Komponen esensisl (misalnya vitamin, mineral, dan obat)
mempunyai diameter sangat halus (mm) sehingga dapat dapat tercampur secara
homogen dengan bahan baku lainnya.
Bahan baku yang relatif halus lebih
memungkinkan terbentuknya campuran yang homogen. Bahan baku yang bersifat halus
relatif tidak stabil dan memiliki muatan elektrostatik. Muatan yang dimilikinya
menyebabkan partikel-partikel halus halus lainnya akan melekat sehingga
terkonstentrasi di sekitar partikel bermuatan tersebut. Pencampuran bahan
dilakukan secara bertahap, mulai dari bahan yang volumenya kecil hingga yang
besar.
Gambar 2.7. Pencampuran bahan baku
Komponen yang berwarna sebaiknya di campur
tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai indikator homogenitas. Bahan
baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung lemak sebaiknya dicampurkan
setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah tercampur rata. Partikel bahan
yang berbentuk cairan dan bahan yang banyak mengandung lemak mempunyai
kecenderungan menarik partikel lain untuk membentuk partikel baru yang
berukuran relatif lebih besar. Apabila kedua bahan baku tersebut dicampurkan
terlebih dahulu, campuran yang dihasilkan tidak akan homogen. Proses
pencampuran bahan baku pakan dapat dilakukan dengan tangan. Akan tetapi, untuk
mendapatkan hasil yang lebuh rata sebaiknya digunakan mesin pencampur (mixer),
baik berupa mixer vertikal maupun mixer horisontal (Mudjiman,
2004).
3. Pencetakan
Pencetakan bahan dilakukan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk
dan ukuran pakan buatan bermacam –macam , diantaranya emulsi atau suspensi,
pasta, lempengan (flake), remah (crumble), dan pelet. Mula-mula, kedalam campuran pakan
ditambahkan air sebanyak 35-40% dari bobot total pakan yang akan akan dibuat
pakan. Air yang digunakan harus mendidih agar diperoleh pakan dengan daya rekat
yang lebih baik. Campuran diaduk hingga menjadi adonan yang benar – benar rata.
Pembuatan adonan pakan ini juga dapat
dilakukan dengan memasak atau mengukus (memberi uap panas) bahan baku tersebut
sehingga terjadi proses gelatinisasi. Cara lain adalah melakukan proses
gelatinisasi terhadap sumber karbohidrat (binder) yang digunakan
terlebih dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan baku lainnya.
Gambar 2.8. Proses pemasakan pakan
Selanjutnya, adonan dimasukkan kedalam
alat pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran
pelet yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat
penggiling daging (meat grinder). Akan tetapi, apabila jumlah pakan yang
akan dibuat cukup banyak, sebaiknya menggunakan mesin khusus pencetak pelet
yang digerakan oleh tenaga listrik. Peralatan pencetak pelet yang umum
digunakan memiliki kemampuan untuk mencetak pelet dengan ukuran 0,79 mm atau
lebih besar sehingga kurang efektif untuk membuat pakan untuk ikan –ikan kecil
(Djunaidah, 1984).
Gambar 2.9. Pencetakan pakan
Pigot (1980) menyarankan untuk
menggunakan proses Dravo dalam
pembutan pakan ikan berukuran kecil. Dalam proses Dravo, komponen pakan yang masih berbentuk serbuk halus homogen
dimasukan kedalam tabung yang beputar pada sudut 45 derajat, sambil disemprot
dengan kabut air. Kabut air yang disemprotkan kedalam tabung akan menarik
serbuk halus tersebut dan membentuknya menjadi ukuran relatif kecil. Cara lain yang dapat dilakukan untuk
membuat pakan bagi ikan kecil adalah dengan menghancurkan kembali pelet yang
telah dijemur hingga kering, kemudian diayak hingga diperoleh ukuran granula (crumble). Cara ini lebih mudah dibandingkan
dengan membuat pakan berukuran kecil secara langsung. Granula yang dihasilkan
sebaiknya berbentku bulat. Bentuk bersudut – sudut (multifaceted) yang terlalu menjorok keluar dan tajam dapat
menyebabkan partikel granula tersebut tersangkut di kerongkongan atau saluran
pencernaan ikan.
Pakan buatan yang berukuran relatif
kecil apabila ditebarkan kedalam kolam budi daya akan mengalami proses
pencucian (leaching) yang relatif tinggi. Proses pencucian ini dapat
dihambat dengan memberikan lapisan dari bahan gelatin atau dengan menyemprotkan
lemak keseluruh permukaan pakan. Selama proses pembuatan pakan akan terjadi
peningkatan kadar air akibat penambahan air panas
( 35 – 40 % ) atau perebusan / pengukusan ( 4 - 6%).
Namun, hal ini perlu dilakukan untuk membuat bahan baku menjadi lebih kompak
karena proses adhesi dan mempermudah proses pencetakan pelet. Selama proses
pencetakan pelet akan terjadi kompresi dan ekstrusi yang dapat menikkan suhu
bahan baku pakan dari 80 – 90o C menjadi 92o C dengan
kadar air 17 – 18 %. Proses ekstrusi menghasilkan tekanan dan suhu tinggi
sehingga akan menghasilkan pelet yang mampu terapung (Floating pellet) di permukaan air. Peningkatan
suhu yang terjadi selama proses gelatinisasi dan pencetakan pelet dapat merusak
komponen pakan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi (Thermolabile ) untuk mengatasi hal tersebut, bahan – bahan yang
tidak tahan terhadap panas dapat ditambahkan secara berlebihan atau ditambahkan
setelah proses pencetakan selesai (Zuheid, 1990).
4.
Pengeringan
Pelet yang dihasilkan dari pencetakan
segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dengan
menggunakan alat pengering khusus ( dryer ). Proses pengeringan pakan
buatan dengan menggunakan pengering khusus lebih menguntungkan sebab tidak
terpengaruh oleh kondisi cuaca, lebih bersih, dan lebih cepat. Namun, produsen
pakan buatan beskala kecil jarang menggunakan alat pengering khusus, alat
pengering dapat berupa pengering horizontal dan dapat berupa pengering
vertikal.
Proses pengeringan dilakukan hingga
kadar air pakan mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi
(Aw) kurang menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai
serangga. Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena
akan terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang
telah kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm.
Pelet kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang
sebagai pakan cadangan (Djunaidah, 1984).
5.
Pengemasan
Pakan Buatan
Pada prinsipnya, pengemasan pakan
buatan dimaksudkan untuk melindungi pakan tersebut dari kerusakan fisika,
kimia, klimatis serta serangan mikroba dan serangga selama pengangkutan atau
penyimpanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sifat bahan pengemas sebaiknya
memenuhi kriteria sebagai berikut : mampu melindungi pakan buatan dari sumber cahaya, mempunyai
permaebilitas yang rendah terhadap gas dan uap air, tidak bereaksi
dengan pakan dan tidak mencemari pakan, cukup kuat sehingga dapat melindungi
pakan terhadap serangan mikroba, serangga, atau binatang pengerat (Zuheid, 1990).
6.
Penyimpanan
Pakan Buatan
Penyimpanan pakan buatan harus
dilakukan sedemikian rupa agar pada saat digunakan kualitasnya tiadak banyak
berubah. Ada dua faktor utama yang berpengaruh terhadap proses kerusakan pakan
buatan selama penyimpanan yaitu faktor internal damn faktor eksternal. Faktor
internal utama adalah Aw (aktivitas Air) dan proses oksidasi. Sementara faktor
eksternal antara lain suhu, kelembapan relatif, cahaya, dan kandungan oksigen. Jenis
kerusakan/perubahan pakan buatan yang biasanya terjadi selama penyimpanan
antara lain :
kerusakan fisik
karena pencucian, api, dan binatang pengerat, kerusakan klimatis, kerusakan
oleh serangga, kerusakan oleh mikroba dan akibat proses kimiawi
Langkah pertama yang harus dilakukan
untuk menghambat proses kerusakan pakan selama penyimpanan adalah menurunkan
kadar air atau Aw pakan serendah mungkin. Selain itu, wadah penyimpanan harus
memenuhi persyaratan fisik sehingga dapat mengendalikan suhu, kelembapan
relatif, cahaya, dan kandungan oksigen dengan baik. Kondisi
lingkungan penyimpanan yang baik adalah ruangan yang kering dan dingin dengan
sirkulasi udara yang baik, tanap cahaya yang berlebihan. Selain itu,
suhu diseluruh ruang peyimpanan harus di usahakan relatif sama. Suhu yang
relatif tingga, terutama dipojok – pojok ruangan, merupakan tempat yang cocok
bagi pertumbuhan mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan serangga.
Aktivitas mikroba dan serangga dapat menimbulkan pemanasan setempat ( local healting ) sehingga memungkinkan
terjadinya migrasi air (Mudjiman, 2004).
2.2. Pengujian Mutu Pakan
2.2.1. Uji fisik
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui
stabilitas pellet di dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan
pakan buatan di dalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat
kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap
kekompakan pakan di dalam air. Hal ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan
buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air
akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa
lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama
waktu pakan itu bertahan di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani,
2010).
Gambar 2.10. Uji coba pakan secara fisik
Pelet yang baik adalah pelet yang memiliki ukuran panjang
dan diameter disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan di beri makan (sesuai
dengan bukaan mulut ikan), ukuran pelet berkisar antara 3 – 3,5 mm. selain
ukuran pelet, tesktur pakan juga merupakan factor fisik lain yang penting.
Tesktur adalah tingkat kehalusan bahan baku sebelum diramu. Pakan yang baik
terbuat dari bahan baku yang berbentuk tepung halus atau setidak-tidaknya
berupa tepung yang lolos saring dari ayakan (Anonim, 2011).
2.2.2. Uji kimia
Uji secara kimia bertujuan untuk
mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat pakan sesuai
dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna bagi konsumen
dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji pakan secara kimia
meliputi : uji kadar air, uji kadar protein, uji kadar lemak, kadar Serat
kasar, dan kadar abu (Gusrina, 2008).
Uji kadar air, kadar air yang baik
untuk pellet/pakan buatan adalah kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena
pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi
disimpan beberapa saat. Prinsip pengujian kadar air dilaboratorium adalah bahan
makanan (pellet) dipanaskan pada suhu 105 – 110 oC, dengan pemanasan
tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan untuk melakukan uji
kadar air adalah oven dan peralatan gelas (Kordi, 2007).
Gambar 2.11. Uji kadar air
pakan
Untuk menurunkan kadar air suatu bahan,
secara konvensonal dimanfaatkan sinar matahari, karena praktis dan murah, juga
masih merupakan plihan walaupun saat ini telah dikenal berbagai cara
pengeringan secara moderen. Menurut FAO di negara-negara berkembang sekitar 225
juta ton hasil-hasil pertanian seperti kacang-kacangan, biji-bijian,
dikeringkan secara alamiah dengan cara penjemuran (Maliyati, 1992).
Uji kadar lemak, kadar lemak dalam
pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini
dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses
ketengikan pakan buatan. Prinsip pengujian kadar lemak adalah bahan makanan
akan larut di dalam petrelium eter disebut lemak kasar. Uji ini menggunakan
alat yang disebut Soxhlet (Kordi, 2007).
Gambar 2.12. Uji kadar
lemak pakan
2.2.3. Uji biologis
Uji coba pakan secara biologis
dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk
menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan
yang mengkonsumsinya (Gusrina, 2008).
Komunitas ikan dapat dikelompokkan
menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora
berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau
detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok
ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan
tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan
(Purnomo, 1992).
Dilihat dari kebiasaan makannya, nila
termasuk jenis omnivora, yaitu pemakan tumbuhan dan hewan. Jenis makanan yang
dibutuhkan tergantung umurnya. Pada stadia larva pakan utamanya adalah alga
bersel tunggal crustacea kecil dan benthos. Ukuran benih sampai fingerling
lebih menyukai zooplankton. Sedangkan ukuran pembesaran menyukai pakan buatan
(Sudjana, 1988).
Pelet dengan kandungan protein 25% sudah cukup untuk
pertumbuhan optimal nila. Sedangkan untuk memacu pertumbuhan nila budidaya
dibutuhkan pakan dengan kandungan protein 25 – 27% sudah cukup baik untuk
memacu pertumbuhan nila (Kordi, 2010).
BAB III. CARA
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Persiapan bahan baku pakan
dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 November 2011 di Jalan Pariwisata Banteng
No.21 A Mataram. Penggilingan bahan baku dilaksanakan pada tanggal 19 November
2011 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram Kecamatan
Narmada. Pembuatan pakan dilaksanakan pada tanggal 20 November 2011 di
Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pengujian
fisik dan kimia mutu pakan dilaksanakan pada tanggal 24 November 2011 di
Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pengujian biologis pakan
dilaksanakan pada tanggal 25 November sampai 9 Desember 2011 di Laboratorium
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
3.2. Alat dan Bahan
Praktikum
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Kompor digunakan untuk memasak atau
mengukus bahan baku ikan lemuru.
2. Panci digunakan sebagai wadah untuk meletakkan bahan baku
ikan lemuru.
3. Mesin penggiling digunakan untuk
menghaluskan bahan baku menjadi tepung.
4. Timbangan digunakan untuk menimbang
bahan baku.
5. Cawan porselen digunakan untuk
meletakkan sampel.
6. Oven digunakan untuk memanaskan atau
mensterilkan alat.
7. Desikator digunakan sebagai pendingin alat.
8. Timbangan analitik digunakan untuk
menimbang sampel.
9. Kertas saring digunakan untuk
menyaring lemak.
10. Labu Erlenmeyer digunakan untuk
pengujian lemak
11. Akuarium digunakan untuk uji
biologis terhadap pertumbuhan ikan nila.
12. Aerator digunakan sebagai pensuplai oksigen didalam
akuarium.
13. Soxhlet extractor digunakan untuk ekstraksi dalam uji
lemak.
14. Water bath berfungsi sebagai penangas air.
15. Mesin pencetak pellet digunakan
untuk membentuk pelet.
16. Nampan digunakan untuk mencampur bahan baku serta meletakkan
pellet yang sudah jadi.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1. Kedelai, jagung, dan ikan lemuru
sebagai bahan baku pakan.
2. Tepung tapioca sebagai bahan perekat
pakan.
3. Etanol sebagai larutan dalam
pengujian sifat kimia pakan yaitu uji lemak.
4. Air untuk memadatkan pakan
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1. Persiapan bahan baku
Cara
kerja yang dilakukan dalam persiapan bahan baku ini antara lain:
1. Disiapkan ikan lemuru sebanyak 2 kg,
kedelai sebanyak 0,5 kg dan jagung sebanyak 0,5 kg.
2. Dikukus ikan rucah selama 15 menit.
3. Diperas ikan runcah menggunakan kain
untuk mengurangi kadar air didalam ikan.
4. Dijemur ikan runcah hingga kering.
5. Ditimbang ikan runcah yang sudah
kering dan dihitung penyusutannya,
dengan rumus :
5. Digiling ikan runcah tersebut hingga
menjadi tepung.
6. Digiling Kedelai menjadi tepung
7. Digiling jagung menjadi tepung
3.3.2. Proses pembuatan
pakan
Cara kerja yang dilakukan dalam
pembuatan pakan antara lain:
1. Disiapkan bahan-bahan yang ada
seperti tepung ikan, tepung jagung, tepung kedelai.
2. Dicampurkan ketiga bahan tesebut
menjadi 1 kg bahan dengan komposisi :
·
Tepung
ikan 300 gram
·
Tepung jagung 350 gram
·
Tepung kedele 350 gram
3. Dicampur ketiga bahan baku tersebut
didalam nampan dan ditambahkan air sebanyak 300 ml.
4. Dimasukkan kedalam kantong plastik.
5.
Dikukus selama 30 menit dengan suhu 1000C
6. Dicetak pakan menggunakan alat
pencetak pakan.
7.
Dijemur
sampai kering
3.3.3. Teknik analisa kadar air
Cara
kerja yang dilakukan dalam teknik ini antara lain:
1. Ditimbang cawan porselen yang sudah
dioven (1100C) dalam waktu 1 jam.
2. Cawan porselen dimasukkan ke dalam
desikator selama 30 menit.
3. Dimasukkan bahan atau sampel
sebanyak ± 1 gram pada cawan porselen.
4. Dipanaskan atau dioven dengan suhu
1100C selama 2 jam.
5. Dipindahkan segera ke desikator,
didinginkan selama 30 menit.
6. Ditimbang cawat porselen tersebut
dan dicatat beratnya.
7. Dipanaskan kembali cawan yang berisi
sampel tadi selama 1 jam dan ulangi prosedur sebelumnya sampai berat antara
pengeringan tadi maksimal 0,3 mg.
3.3.4. Teknik
analisis kadar lemak
Cara
kerja yang digunkan dalam teknik ini antara lain:
1. Dipanaskan labu ekstraksi pada oven
dengan suhu 1100C selama 1 jam, didinginkan kedalam desikator selama
15 menit dan ditimbang.
2. Ditimbang 3 gram bahan, dibungkus
dengan kertas saring, dan dimasukkan kedalam selongsong dan soxhlet dan diletakkan pemberat
diatasnya.
3. Dimasukkan etanol 95 % kedalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa
etanol dimasukkan kedalam labu.
4. Dipanaskan labu yang telah
dihubungkan dengan soxhlet diatas water bath sampai cairan yang merendam
bahan dalam soxhlet berwarna bening.
5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan
hingga etanol menguap.
6. Labu dan lemak yang tersisa
dipanaskan dalam oven selama 60 menit, didinginkan dalam desikator selama 15
menit dan ditimbang.
3.3.5. Teknik analisa fisik pakan
Cara kerja yang dilakukan dalam uji fisik pakan ini antara lain:
A. Pengamatan dengan indera penglihatan
1. Diambil pakan sebanyak 100 gram
secara acak dari wadah pakan kemudian disebarkan diatas kertas putih.
2. Diamati pakan tersebut dengan seksama kemudian dicatat
hasilnya.
B. Pengujian dengan indera penciuman
1.
Diambil sejumlah pakan dan didekatkan pakan tersebut ke hidung dan dicatat
hasilnya.
C. Pengujian dengan indera pengecap
1.
Diambil sedikit pakan dan diletakkan di lidah untuk dikecap dan di rasa.
2.
Dicatat rasa pakan tersebut.
D. Pengujian daya tahan pakan dalam air
1.
Dimasukkan 1 butir pakan dalam botol mineral yang berisi air dan diaerasi. Diaktifkan
stopwatch sejak pertama kali pakan menyentuh air.
2.
Setiap 30 menit, diguncangkan botol mineral dengan lembut beberapa kali.
3.
Dicatat pada menit keberapa pakan tersebut akan hancur.
4.
Dilakukan 2 ulangan dalam pengujian ini dan dihitung rata-ratanya.
E. Pengujian daya apung
1.
Ditaruh beberapa pakan diatas permukaan air dan dilepaskan.
2.
Dibiarkan pakan hingga akhirnya jatuh ke dasar.
3.
Dicatat lama waktu pakan mengapung.
4.
Dihitung rata-rata lama waktu mengapung setiap butir pakan.
3.3.5. Teknik analisa biologi pakan
Cara kerja yang dilakukan dalam uji biologis pakan ini
antara lain:
1.
Ikan yang digunakan adalah ikan nila ukuran 6-8 cm sebanyak 4 ekor.
2.
Ditimbang berat ikan dan dihitung rata-ratanya.
3.
Dimasukkan ikan tersebut kedalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerator.
4.
Ditimbang jumlah pakan berdasarkan berat total tubuh ikan nila sebanyak 5% dari
berat tubuhnya.
5.
Diberikan pakan tersebut dua kali sehari pada pukul 09.00 dan 16.00.
6.
Setiap 2 hari sekali akuarium disifon dan setiap 4 hari sekali dilakukan
pergantian air secara total.
7.
Dilakukan penimbangan pada hari ke tujuh, ditimbang berat ikannya, dan dihitung
kembali jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan berat tubuh ikan.
8.
Pemeliharaan ikan dilakukan selama 21 hari.
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Praktikum
Tabel
4.1. Penyusutan Tepung Ikan
Kelompok
|
Berat ikan
|
||
Sebelum menjadi
tepung
|
Setelah dijemur
|
Penyusutan
(%)
|
|
I
II
III
IV
|
2
kg
2
kg
2
kg
2
kg
|
400
g
600
g
600
g
500
g
|
80
70
70
75
|
Tabel 4.2. Data organoleptik
indera penglihatan
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Ada tidak nya benda lain
|
Tingkat kehalusan permukaan butiran
|
Warna pakan
|
Morfologi pakan
|
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
Tidak
ada
|
Kurang
halus
|
Berbintik-bintik
coklat keputihan
|
Memiliki
lubang permukaannya
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
Tidak
ada
|
Kasar
|
Berbintik-bintik
coklat keputihan
|
Memiliki
lubang permukaannya
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
Tidak
ada
|
Halus
dan kasar tidak merata
|
Berbintik-bintik
coklat keputihan
|
Memiliki
lubang permukaannya
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
Tidak
ada
|
Halus
dan kasar tidak merata
|
Berbintik-bintik
coklat keputihan
|
Memiliki
lubang permukaannya
|
Tabel
4.3. Data organoleptik indera penciuman
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Aroma
|
Bau Tengik
|
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
Aroma
khas yang kuat
|
Tidak
ada bau tengik
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
Aroma
khas yang kuat
|
Tidak
ada bau tengik
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
Aroma
khas yang kuat
|
Tidak
ada bau tengik
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
Aroma
khas yang kuat
|
Tidak
ada bau tengik
|
Tabel 4.4. Data organoleptik indera
pengecapan
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Rasa
|
Butiran Pakan
|
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
Tidak
terasa gatal dilidah
|
Terasa
lembut/mudah patah
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
Tidak
terasa gatal dilidah
|
Terasa
ada seperti pasirnya
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
Terasa
gatal dilidah
|
Terasa
lembut/mudah patah
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
Terasa
gatal dilidah
|
Terasa
lembut/mudah patah
|
Tabel 4.5. Data analisa daya tahan pakan dalam air
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Daya Tahan
Pakan (menit)
|
|
Pakan Hancur
|
Pakan Patah
|
|||
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
3
Jam 6,5 Menit
|
1
Jam 13 Menit
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
35
Menit 30 Detik
|
18
Menit 10 Detik
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
7
Jam 7 Menit
|
4
Jam 52 Menit
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
6
Jam 50 Menit
|
1
Jam 33 Menit
|
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Perebusan
|
Pakan Hancur
|
Pakan Patah
|
5
|
VII
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
1
Jam 21 Menit
|
33
Menit 3 Detik
|
Tabel 4.6. Data analisa daya apung
pakan dalam air
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Daya Apung
Pakan (menit)
|
|
Lama Apung
|
Saat Tenggelam
|
|||
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
2,67
Jam 17,3 Menit
3,67
Detik
|
2,67
Jam 17,67 Menit
3,67
Detik
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
5
Menit 1 Detik
|
5
Menit 3 Detik
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
1
Jam 24 Menit
17
Detik
|
1
Jam 24 Menit
18
Detik
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
2
Jam 47 Menit
44 Etik
|
2 Jam 47 Menit
47
etik
|
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Perebusan
|
Lama Apung
|
Saat Tenggelam
|
5
|
VII
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
24
Menit 18 Detik
|
24 menit 19
detik
|
Tabel 4.7. Data analisa
kimia pakan kadar air dan kadar lemak
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Kadar
Air
(gram)
|
Rata-rata
|
Kadar
Lemak
(gram)
|
||
1
|
2
|
3
|
|||||
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
4,82%
|
6,92%
|
4,63%
|
5,45%
|
16,19%
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
12,30%
|
11,12%
|
11,13%
|
11,52%
|
17%
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
10,10%
|
9,75%
|
9,38%
|
9,75%
|
17,53%
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
10,4%
|
10,48%
|
-
|
10,44%
|
17,3%
|
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Perebusan
|
1
|
2
|
3
|
Rata-rata
|
Kadar
Lemak
(gram)
|
5
|
V
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
3,82%
|
5,57%
|
3,51%
|
4,08%
|
23,64%
|
6
|
VI
|
I : K
: J : T
50
: 20 : 27 : 3
|
7,95%
|
1,28%
|
8,87%
|
6,03%
|
15,97%
|
7
|
VII
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
8,3%
|
-
|
7,9%
|
8,1%
|
18,9%
|
8
|
VIII
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
7,4%
|
7,6%
|
-
|
7,2%
|
22,1%
|
Tabel
4.8. Data pertumbuhan ikan
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Pengukusan
|
Berat
Rata-rata
Ikan
(gram)
|
Pertumbuhan Berat
Mutlak
(gr)
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||
1
|
I
|
I
: K
: J
50
: 20 : 30
|
|
|
|
2
|
II
|
I :
K : J :
T
50
: 20 : 27 : 3
|
19,98
|
22,37
|
2,39
|
3
|
III
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
13,35
|
17,98
|
4,63
|
4
|
IV
|
I :
K : J :
T
30
: 30 : 37 : 3
|
21,67
|
21,99
|
0,32
|
No
|
Kelompok
|
Perlakuan
Perebusan
|
|
|
|
5
|
VII
|
I
: K
: J
30
: 35 : 35
|
21,93
|
25,48
|
3,55
|
4.2
Analisis
Data
a.
Penyusutan
tepung ikan
Diketahui : Berat ikan sebelum dikukus
(Berat awal) : 2 kg = 2000 g
Berat ikan setelah dikeringkan
(Berat akhir) : 600 g
Ditanya : Persentase penyusutannya ?
Jawab :
Penyusutan :
b.
Persentase
kadar air
Diketahui :Ulangan 1 : Berat sampel (A) = 1,0141 g
Berat awal cawan (B) = 14,5277 g
Berat akhir cawan (C) = 15, 4393 g
Ulangan 2 : Berat awal cawan (D) = 1,0221 g
Berat sampel (E) = 13,7569 g
Berat akhir cawan(F) = 14,6793 g
Ulangan 3 : Berat awal cawan
(G) = 1,0230 g
Berat sampel (H) = 13,7002 g
Berat akhir cawan(I) = 14,6272 g
Ditanya : Persentase kadar air
pakan ?
·
Ulangan 1
Kadar air (%) = (A+B)-C x 100%
A
= (1,0141
+ 14,5277) – 15,4393 x 100%
1,0141
= 15,5418 – 15,4393 x 100%
1,0141
= 0,1025 x 100 %
1,0141
= 10,12%
·
Ulangan 2
Kadar air (%) = (D+E)-F x 100%
D
= (1,0221
+ 13,7569) - 14,6793 x 100%
1,0221
= 14,779 – 14,6793 x 100%
1,0221
= 0,0997 x 100%
1,0221
= 9,75%
·
Ulangan 3
Kadar air (%) = (G+H)-I x 100%
G
= (1,0230
+ 13,7002) - 14,6272 x 100%
1,0230
= 14,7232 – 14,6272 x 100%
1,0230
= 0,098 x 100%
1,0230
= 9,38%
·
Rata-rata kadar air
= U1+U2+U3
3
= 10,12%
+ 9,75% + 9,38%
3
= 29,25%
3
= 9,75%
Jadi
rata-rata kadar air dalam pakan dengan komposisi Ikan : jagung : kedelai = 300
: 350 : 350 gram adalah 9,75%.
c.
Persentase
kadar lemak
Diketahui : Berat sampel pakan (A) = 3,0798 gr
Berat awal labu (B) =
277,75 g
Berat
akhir labu (C) = 278, 29 g
Ditanya
: Persentase Kadar Lemak Dalam Pakan?
Jawab :
Kadar lemak (%) = C - B x
100%
A
= 278,29 - 277,75 x 100%
3,0798
= 0,54 x 100%
3,0798
= 17,534%
Jadi kadar lemak dalam
pakan dengan komposisi Tepung ikan : tepung jagung : tepung kedelai = 300 : 350
: 350 gram adalah 17,534%
d.
Pertumbuhan
Ikan Nila
Diketahui
: Wo : 13,35 g
W1 : 15,65 g
W2 : 17,78 g
Ditanya
: Pertumbuhan Berat Mutlak?
Jawab
: Pertumbuhan Berat Mutlak : Wt – Wo
= 17,98 g – 13,35 g
=
4,63 g
4.3
Pembahasan
Pakan buatan
adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan
kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan
nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dalam praktikum ini
bahan baku yang digunakan berupa tepung ikan, tepung jagung, tepung kedelai,
serta tepung tapioka. Tepung ikan berasal dari ikan lemuru. Bahan makanan yang
berasal dari hewan merupakan sumber protein bagi ikan, sedangkan sumber protein
yang berasal dari tumbuhan adalah kacang-kacangan seperti kedelai. Tepung ikan
mengandung 50 - 55% nilai protein, pakan
yang baik adalah pakan yang mengandung protein sebanyak 20% . Tepung jagung dan
tapioka merupakan sumber karbohidrat
dalam pakan. Dalam praktikum ini, jumlah pakan yang dibuat tiap kelompok adalah
1 kg pakan dengan komposisi bahan baku yang berbeda-beda. Untuk kelompok 3
menggunakan bahan baku yaitu 300 gram tepung ikan, 350 gram tepung jagung, dan
350 gram tepung kedelai.
Pembuatan pakan
terdiri dari persiapan bahan baku berupa tepung ikan yang berasal dari
perlakuan yang berbeda. Perlakuannya terdiri dari cara memasak ikan lemuru
tersebut dengan cara direbus atau dikukus. Untuk kelompok III perlakuan
terhadap ikan lemuru dengan cara dikukus selama 15 menit. Selanjutnya diperas
menggunakan kain agar kandungan air dalam tubuh ikan menjadi berkurang. Dan
selanjutnya dijemur beberapa hari hingga ikan tersebut kering. Untuk ikan
lemuru yang direbus terjadi kejanggalan karena pada saat penjemuran ikan lemuru
terjadi pengurangan bobot ikan, yakni kurang dari 2 kg. sehingga jumlah dari
ikan lemuru dengan perlakuan perebusan mengalami kekurangan. Tahapan
selanjutnya adalah penghalusan.
Tujuan utama
pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus
dan seragam. Menurut Mudjiman (2004), bahan baku yang halus, selain mudah
dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan
baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan
karena sering menyumbat kerongkongan atau saluran pencernaan. Selain itu juga,
dengan pengecilan ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar
sehingga kontak dengan enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus )
akan bertambah besar pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap
oleh tubuh ikan juga semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar
bahan baku pakan tidak terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk
koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan oleh
ikan.
Selanjutnya adalah pencampuran bahan
baku dengan komposisi 300 gram tepung ikan,
350 gram tepung jagung, dan 350 gram tepung kedelai. Ditambahkan air sebanyak
300 mL untuk mempermudah pencampuran pakan. Pencampuran
tersebut dimaksudkan agar seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki
komposisi yang sama seperti komposisi yang telah direncanakan. Semakin kecil
dan seragam ukuran bahan baku pakan, semakin tinggi kemungkinan terbentuknya
campuran yang homogen (Handajani, 2010). Komponen yang
berwarna sebaiknya di campur tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai
indikator homogenitas. Bahan baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung
lemak sebaiknya dicampurkan setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah
tercampur rata. Pembuatan pakan ini juga dapat dilakukan dengan memasak atau
mengukus (memberi uap panas) bahan baku tersebut sehingga terjadi proses gelatinisasi.
Pencetakan bahan dilakukan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk
dan ukuran pakan buatan bermacam –macam, Adonan dimasukkan kedalam alat
pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran pelet
yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat penggiling
daging (meat grinder). Pelet
yang dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan
dengan cara penjemuran. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan
mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi (Aw) kurang
menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga.
Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena akan
terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang telah
kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm. Pelet
kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang sebagai pakan
cadangan.
Untuk mengetahui
mutu atau kualitas pakan buatan dapat dilakukan dengan pengujian secara kimia,
fisika dan biologi. Pada praktikum kali ini ada beberapa hal yang diuji yakni
kadar air, kadar lemak, uji dari fisik pakan, serta uji biologis terhadap pakan
tersebut.
Berdasarkan data pengamatan
penyusutan tepung ikan yakni ikan lemuru yang semula berbobot 2 kg setelah
mengalami pengukusan bobotnya menyusut menjadi 600 gram. Berarti kadar air yang
hilang sebanyak 70%. Jumlah kadar air tersebut terjadi pada kelompok II dan
III. Untuk kelompok I pakannya mengandung kadar air sebanyak 80% dengan nilai
penyusutan pakannya menjadi 400 gram. Dan untuk kelompok IV pakan yang berat
awalnya 2 kg menyusut menjadi 500 gram, artinya kadar air nya sebanyak 80%.
Kisaran kadar air dalam pakan yang dikukus adalah 70 - 80%. Penyusutan ini
disebabkan karena air dan minyak yang terdapat dalam tubuh ikan hilang karena
panas. Kita ketahui bahwa air merupakan penyusun utama dari tubuh mahluk hidup.
Tujuan dari pengukusan ini sendiri untuk menghilangi kadar air dan minyak pada
tubuh ikan, agar mudah untuk digiling nantinya, mempercepat proses pengeringan,
dan mengurangi pembusukan pada ikan tersebut.
Uji organoleptik pakan sangat
diperlukan juga untuk mengetahui kualitas dari pakan tersebut. Uji organoleptik
pakan ini dapat dilakukan dengan cara yang sederhana tanpa melalui proses
pengeringan atau pemanasan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat indera.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya benda lain dari pakan selain
dari bahan baku, adanya bau yang khas, rasa pakan, daya tahan pakan dalam air
dan juga laju kecepatan tenggelam pakan dalam air. Pada praktikum ini
menggunakan 4 buah sampel dengan 3 kali ulangan. Rata-rata dari ke 4 jenis
sampel bahan tersebut menunjukan hasil yang hampir sama yakni tidak terdapat
benda lain dalam bahan tersebut, warna berbintik-bintik coklat keputihan,
morfologi pakannya terdapat lubang dibagian permukaannya, tetapi yang berbeda
pada tiap-tiap kelompok yaitu tingkat kehalusan pada pakan. Pada kelompok 1
memiliki pakan yang kurang halus, kelompok 2 memiliki pakan yang kasar,
kelompok 3 dan 4 memiliki pakan halus dan kasar tidak merata. Uji dengan indera
pengecapan untuk mengetahui aroma dan bau pada pakan, rata-rata dari ke 4 jenis
sampel bahan menunjukan hasil yang sama yaitu memiliki aroma khas yang kuat dan
tidak ada bau tengik. Pakan tersebut juga tidak menyebabkan gatal di lidah pada
sampel bahan kelompok 1 dan 2, sedangkan pada kelompok 3 dan 4 menyebabkan
gatal di lidah. Butiran pakannya pada sampel kelompok 1, 3, dan 4 terasa lembut
sedangkan pada kelompok 2 pakannya terasa ada pasirnya.
Pakan yang baik memiliki permukaan
yang licin, halus dan tidak kasar. Pakan yang kasar menunjukan pakan mengandung
serta yang sulit dicerna juga dapat pula mengandung pasir dan tanah. Selain itu
pakan yang baik aromanya tidak terlalu tengik karena jika pakan aromnya terlalu
tengik menunjukan pakan tersebut rusak dan mengandung jamur. Pakan ikan yang
sudah dibuat harus mempunyai bau yng khas sesuai dengan keinginan ikan sehingga
ikan yang mencium bau pakan ikan tersebut tertarik untuk mengkonsumsi pakan
atau biasa disebut dengan daya terima ikan terhadap pakan ikan yang dibuat (pallatabilitas).
Pakan ikan yang mempunyai bau yang enak akan menarik minat ikan untuk segera
memakan pakan ikan tersebut. Pakan yang terasa aneh dilidah harus dihindari
karena mengandung pathogen ataupun ditumbuhi jamur (Suhardjo, 1992).
Berdasarkan data pengamatan
tersebut, ditinjau dari uji fisik pakan yang baik adalah pakan kelompok III dan
IV.
Uji fisik terhadap pakan dapat diuji
dari daya tahan pakan dalam air dan daya apung pakan tersebut. Pada praktikum
ini didapatkan daya tahan pakan pada sampel pakan kelompok 1 yaitu 1 jam 13
menit mulai patah dan pada 3 jam 6,5 menit pakan dalam air mulai hancur. Sampel
pakan kelompok 2 daya tahan pakan dalam air 18 menit 10 detik mulai patah dan
pakan hancur pada 35 menit 30 detik. Sampel pakan kelompok 3, pakan patah pada
waktu 4 jam 52 menit dan hancur pada 7 jam 7
menit. Dan kelompok 5 pakannya mulai patah pada 1 jam 33 menit dan pakan hancur
dalam air pada 6 Jam 50 Menit. Daya apung pakan yang dimiliki oleh kelompok 1
yaitu 2,67 Jam 17,3 Menit 3,67 Detik, dan pakan mulai tenggelam ke dasar pada
waktu 2,67 Jam 17,67 Menit 3,67 Detik. Kelompok 2 memiliki daya apung pakan
yaitu 5 Menit 1 Detik dan pakan tenggelam pada 5 Menit 3 Detik. Kelompok 3
memiliki pakan yang daya apungnya 1 Jam 24 Menit 17 Detik dan pakan tenggelam
pada 1 Jam 24 Menit 18 Detik. Kelompok 4 memiliki daya apung dan tenggelam
pakan pada 2 Jam 47 Menit 44 detik. Dari hasil tersebut daya tahan pakan dalam
air yang tertinggi adalah pada pakan kelompok 3, dan daya tahan terendah yaitu
pakan kelompok 2. Sedangkan daya apung pakan yang tertinggi pada kelompok 1 dan
daya apung terendah pada kelompok 2.
Menurut
Handajani (2010), Daya larut pakan dalam air (water stability feed)
yakni berkisar 2-3 jam. Jika daya larutnya lebih besar dari itu pakan akan
sulit dicerna oleh ikan sedangkan jika daya larutnya kurang dari 2-3 jam maka
pakan akan mudah pecah dan tidak dapat dimakan oleh ikan. Pada pengukuran kecepatan
tenggelam pakan ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pakan tersebut dapat
dimakan atau tidak oleh ikan. Pakan yang terlalu lama mengapung atau terlalu
cepat tenggelam mempersulit ikan untuk dapat memakan pakan tersebut.
Pakan yang cepat tenggelam lebih
cocok diberikan untuk biota dari kelas crustecea seperti udang, lobster, dan
lain-lain. Karena kebiasaan mereka yang hidup didasar perairan sehingga
membutuhkan pakan yang lebih cepat tenggelam.
Dari hasil pengamatan, pakan
kelompok I dan IV sangat cocok diberikan pada ikan seperti ikan nila karena
memerlukan waktu lebih dari 2 jam untuk pakan tersebut tenggelam. Sedangkan
pakan kelompok II, III, dan VII lebih cocok diberikan pada lobster karena daya
tahan dalam air kurang dari 2 jam.
Menurut Mudjiman (2004), daya apung
pakan ada hubungannya dengan berat jenis (BJ) pakan. Semakin besar BJ pakan
disbanding dengan BJ air (BJ air = 1) pakan yang besangkutan lebih cepat
tenggelam. Apabila BJ pakan sekitar 1 maka pakan akan melayang, sedangkan jika
BJ pakan lebih kecil dari 1 maka pakan akan mengapung.
Analisis untuk mengetahui kandungan
air pada pakan dilakukan dengan mengeringkan pakan tersebut. Pengeringan pakan
dilakukan menggunakan oven dengan suhu 110 oC. Pengeringan ini
dilakukan hingga mendapat berat yang konstan dari pakan tersebut yang berarti
semua air nya sudah diuapkan. Untuk menghitung persentase dari kadar air ini
sendiri dengan mengukur selisih antara berat cawan akhir dikurangi berat cawan
awal yang kosong dibandingkan dengan berat bahan. Sehingga didapatkan
persentase dari cawan I kandungan airnya 10,10 %, cawan II 9,75 %, dan cawan
III 9,38 %. Sehingga dari ketiga cawan tersebut rata-rata persentase kandungan
air nya yakni 9,75 % untuk pakan yang dikukus. Sedangkan rata-rata persentase
kandungan air pada pakan yang direbus yaitu 8,1
%. Persentase tersebut menunjukkan kandungan air pada pakan yang dikukus lebih
banyak dengan pakan yang direbus. Karena pada saat proses penggilingan bahan
baku, jumlah pakan yang direbus jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah
pakan yang dikukus, selain itu yang mempengaruhi jumlah kadar air dalam pakan
adalah banyaknya air yang menguap pada saat pemanasan. Untuk itu
pakan tersebut kandungan airnya sudah dapat dikatakan bagus untuk digunakan
sebagai pakan ikan. Menurut Widodo (2010), Pakan yang baik kandungan air nya
kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung
dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat.
Kandungan air yang terlalu banyak dalam pakan dapat menyebabkan pakan tersebut
cepat rusak dan berjamur.
Pakan buatan dapat disiapkan dengan
kadar air yang beragam. Dengan variasi kadar air tersebut maka dikenal pakan
buatan kering (kadar air sekitar 10 %), lembab (kadar air antara 30 – 45 %),
basah (kadar air lebih dari 50 %) atau diantara kadar-kadar ait tersebut. Pakan
basah biasanya diproses dari campuran bahan-bahan segar, misalnya ikan-ikan
runcah. Pakan lembab dapat berbentuk seperti bakso, kemungkinan lebih disukai
ikan karena pakan lembab lebih menarik ikan-ikan dibandingkan pakan kering.
Oleh karena itu, pemberian pakan lembab dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Selain itu pakan lembab juga lebih mudah disiapkan dalam skala kecil dilokasi
budidaya. Kelebihan pakan kering diantaranya dapat dibuat dalam jumlah yang
banyak, mudah disimpan, mudah diangkut, dan mudah diberikan pada ikan.
Untuk analisis dari uji lemak ini
sendiri menggunakan sampel pakan yang komposisinya 300 gram tepung ikan, 350
gram tepung jagung, dan 350 gram tepung kedelai. Setelah mengalami pemanasan
lemak dalam pakan tersebut akan terlarut dan masuk ke dalam labu. Dimana untuk
mengetahui kadar lemak ini sama dengan mengukur kadar air yakni dengan mengukur
selisih antara berat labu akhir dikurangi berat labu awal yang kosong
dibandingkan dengan berat sampel bahan. Berat sampel bahan pada kelompok III
adalah 3,0798 gram. Untuk itu didapatkan persentase kadar lemak kelompok III
dengan pelakuan dikukus yaitu 17,53 %, kelompok 1 persentase kadar lemaknya
adalah 16,19 %, kelompok II 17%, kelompok IV 17,3%. Dan persentase kadar lemak
kelompok VII dengan perlakuan direbus adalah 18,9% . Kadar
lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal
ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses
ketengikan pakan buatan tersebut. Dari hasil uji lemak tersebut, pakan buatan
kelompok III, I, II, IV dan pakan buatan kelompok VII kualitasnya kurang baik
karena kandungan lemaknya lebih dari 8%. Kadar protein, lemak, dan karbohidrat
tergantung pada jenis ikan dan umur ikan yang akan diberi umpan.
Pengujian biologis untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang diberi
umpan. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok III didapatkan pertambahan
berat ikan nila yang dipelihara selama 2 minggu secara berturut-turut yaitu
13,35 g, 15,65 g, dan 17,98 g. Rata-rata penambahan berat ikan tiap minggunya adalah
2 g. Sedangkan pada kelompok II, didapatkan berat ikan nila berturut-turut
yaitu 19,98 g, 20,53 g, dan 22,37 g dan pada kelompok IV berturut-turut yaitu
21,67 g, 21,83 g, dan 21,99 g serta kelompok VII berturut-turut adalah 21,93 g,
22,28 g, 25,48 g. Selanjutnya dihitung
pertumbuhan berat mutlaknya dengan rumus Wt - Wo dan didapatkan nilainya untuk
kelompok III adalah 4,63 gram, kelompok II adalah 2,93 gram, kelompok IV adalah
0,32 gram, dan kelompok VII adalah 3,55 gram. Menurut literatur, pakan yang
kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan. Apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar dicerna maka zat
gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak akan banyak yang
terserap oleh usus ikan.
Dari data diatas, pakan kelompok III
merupakan pakan yang mengandung gizi cukup tinggi karena dapat dilihat dari
pertumbuhan berat mutlak ikan yang mencapai 4,63 gram. Artinya pakan kelompok
III mengandung bahan yang mudah dicerna dan banyak terserap oleh usus ikan
dibandingkan pakan kelompok IV yang pertumbuhan ikannya hanya 0,32 gram artinya
pertumbuhannya sangat lambat.
Menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga
disebabkan dua faktor utama, yaitu kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan
dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh dan kondisi
eksternal pakan, yang formulasinya belum mengandung sumber nutrien yang tepat
dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat
optimal.
BAB V. KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penyusutan
bahan baku ikan lemuru yang dikukus berkisar antara 70 – 80 %. Artinya
kandungan air dalam tubuh ikan lemuru sekitar 70 – 80 % dari berat awalnya
yakni 2 kg
2. Proses
pembuatan pakan meliputi persiapan bahan baku dengan komposisi tepung ikan :
tepung kedelai : tepung jagung adalah 300 : 350 : 350 gram. Selanjutnya
dilakukan penghalusan yang tujuannya adalah untuk memperoleh ukuran yang
relatif halus dan seragam, kemudian pencampuran agar bahan baku menjadi homogen
dengan penambahan 300 mL air, pakan tersebut dimasak selama 45 menit dan
dicetak, pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan
yang sesuai dengan kebutuhan ikan, dilakukan pengeringan pakan dengan cara
penjemuran hingga kadar airnya mencapai 10 - 12%.
3. Pakan yang
baik memiliki permukaan yang licin, halus dan tidak kasar, aromanya tidak
terlalu tengik, bau yang khas, dan pakan tidak terasa aneh dilidah.
4. Daya larut
pakan dalam air (water stability feed) yakni berkisar 2 - 3 jam. Pada
kelompok I dan IV memiliki daya tenggelam lebih dari 2 jam, artinya pakan
tersebut baik dan cocok diberikan pada ikan. Sedangkan pakan kelompok II, III,
dan VII lebih cocok diberikan pada biota dari kelas crustecea karena kecepatan
daya tenggelam pakan tersebut.
5. Persentase
kandungan air untuk pakan kelompok III yang dikukus adalah 9,75%, kelompok I
adalah 5,45 %, kelompok II adalah 11,52 %, kelompok IV adalah 10,4 % dan
persentase kandungan air pada pakan yang direbus kelompok VII yaitu 8,1%.
Berdasarkan kandungan airnya kelima pakan tersebut merupakan pakan yang
baik karena kandungan air nya kurang dari 12 %.
6. Persentase
kadar lemak kelompok III dengan pelakuan dikukus yaitu 17,53 %, kelompok I
adalah 16,19 %, kelompok II yaitu 17 %, kelompok IV adalah 17,3 % dan persentase
kadar lemak kelompok VII dengan perlakuan direbus adalah 18,9% . Kadar
lemak dalam pakan buatan sebaiknya kurang dari 8% karenakan jika kadar lemak
dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan. Jadi semua
pakan tersebut mengandung lemak yang tinggi.
7. Pertumbuhan
berat mutlak ikan nila kelompok III adalah 4,63 gram, kelompok IV yaitu 0,32
gram. Artinya pakan yang dimiliki oleh kelompok III mengandung gizi yang tinggi
dibandingkan kelompok lainnya terutama pakan kelompok IV. Lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan
dua faktor utama, yaitu kondisi internal ikan dan kondisi
eksternal pakan.
5.2
Saran
Saran
untuk praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Peralatan
praktikum masih sangat terbatas sehingga pengujian protein, kadar abu, dan
lain-lain tidak dapat dilaksanakan.
2. Melengkapi
peralatan yang belum lengkap tersebut agar pada praktikum selanjutnya dapat
menguji pakan buatan berdasarkan kadar protein, kadar abu, dam lain-lain
sehingga pengetahuan mahasiswa bertambah.
3. Menambah
jumlah alat-alat agar praktikum berjalan lancar.
4. Untuk
asisten praktikum Nutrisi dan Teknik Makanan Ikan saya mengucapkan terima kasih
atas ilmu yang telah diberikan kepada saya melalui praktikum ini. Dan juga
berkat kerjasama yang baik sehingga praktikum ini berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Tepung Tapioka Sebagai
Bahan Perekat. http:// lemlit. unila. ac.id./Tapioka Sebagai Bahan Perekat.html. [Jum’at, 16 Desember
2011].
Anonim. 2010. Membuat Pakan Ikan Air Tawar. http:// lemlit. unila. ac.id./membuat pakan ikan air tawar.html. [Jum’at,
16 Desember 2011].
Anonim. 2010. Modul Program Keahlian Budidaya Ikan Membuat Pakan Ikan Buatan. http:// pijvedca.depdiknas.go.id/perikanan bdat.pdf. [Jum’at, 16
Desember 2011].
Djunaidah
I.S. 1984. Makanan Buatan. Balai
Budidaya Air Payau. Jepara.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk
SMK. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Handajani dan Widodo. 2010. Nutrisi
Ikan. Universitas Muhamadiyah Malang Press. Malang.
Kordi G. 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivora. Aneka Ilmu.
Semarang.
Mudjiman
A. 2004.
Makanan Ikan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Pigot.
1986. Pembuatan Pakan Ikan. Kanisius.
Bogor.
Suhardjo.
1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi.
Kanisius. Bogor.
Sunarso. 2008. Manajemen Pakan. http://
pdf Engineer.com/manajemen pakan.pdf. [Jum’at, 16 Desember 2011].
Sudjana. 1988. Kebiasaan Makan Ikan Nila.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi.
1999. Kandungan Tepung Kedelai Dalam
Pakan Buatan. IPB. Bogor.
Tarwiyah. 2001. Bahan Baku Pakan Tepung Ikan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Tirtoprodjo S. 1983. Mengolah Bahan Baku. Trubus No.167.
Zuheid N. 1990. Biokimia Nutrisi. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.